Dihari yang sangat mulia ini, marilah kita merenungkan diri kita, sejauh mana kualitas dan mutu diri kita dihadapan Allah ? Apa yang telah kita berikan kepada Allah ? Bagimanakan kualitas ketaqwaan diri kita selama ini ? Suatu hari Ibrahim bin Adham sedang berburu disertai dengan kemegahan lengkap dengan gaya kehidupan sebagai orang yang kaya ketika itu. Di tengah hutan, ketika Ibrahim sedang asyik berburu bersama para pengawalnya, ia disapa oleh seorang tua yang memegang tali kekang kuda Ibrahim bin Adham dengan ungkapan penuh makna dan bijak : ألهذا خلقت ؟ “Untuk Inikah Engkau Diciptakan ? Apakah hidupmu hanya diciptkan untuk berburu saja ? Apakah hidup ini diciptakan hanya sebatas pemuasan & kepentingan nafsu ? Pertanyaan inilah yang menjadi titik tolak perubahan seorang Ibrahim bin Adham dari kehidupan yang hanya berorientasi kepada kepentingan materi dan kepuasan nafsu menjadi seseorang yang memahami makna dari kehidupan. Dan ungkapan ini pulalah yang merubah Ibrahim bin Adham menjadi manusia yang memiliki kualitas dihadapan Allah yang dikenal dalam sejarah sebagai ulama yang sangat zahud.
Sebuah pertanyaan besar yang patut untuk kita renungkan dikesempatan kali ini adalah “Untuk Apa Kita Hidup Di Dunia Ini” atau dengan bahasa lain “Untuk Apa Kita Diciptakan ?” Sebagaimana kita ketahuai, fase terakhir dari kehidupan kita adalah kematian. Dan kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kualitas kematian sangat sangat tergantung dengan kualitas kehidupan kita dialam dunia ini. Allah berfirman dalam surah Al-Qiyamah ayat 36: "أيحسب الإنسان أن يترك سدى" Apakah manusia mengiri bahwa ia dibiarkan bergitu saja ? Terciptanya kita dialam dunia bukan hanya sebatas hidup, kehidupan yang hanya berorientasi kepada kepentingan materi. Makna dan mutu serta kualitas diri kita dihadapan Allah adalah “Apa yang telah kita berikan kepada Allah”, bukan dari “Apa yang telah kita terima dari Allah”
Lalu apa yang harus kita berikan kepada Allah ? Mari kita renungkan firman Allah dalam surah Adz-Dzariyah ayat 56 : "وماخلقت الجن والإنسان إلا ليعبدون" Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. Berdasarkan ayat ini, misi terbesar dari perciptaan manusia adalah melakukan ketaatan kepada Allah dalam bentuk ibadah.Setiap hamba yang berhasil melahirkan setiap aktifias yang ia lakukan menjadi ibadah maka hamba tersebut telah memiliki makna dalam hidupnya. Lalu apa itu ibadah ? Mungkinkah setiap aktifitas yang kita lakukan bisa menjadi ibadah ? Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah memaknai ibadah dengan perkataannya :" إسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه " Ibadah adalah setiap aktifitas yang Allah cintai dan Allah ridhai. Pada akhirnya, bagaimana disetiap aktifitas yang kita lakukan semuanya bertujuan untuk mencapai ridha Allah dan sebagai wujud kecintaan kita kepada-Nya
Dengan pemaknaan ibadah semacam ini, maka apapun profesi & pekerjaan kita, semuanya bisa kita bingkai menjadi ibadah. Ketika kita menjadi penjabat public, mari kita jadikan jabatan tersebut sebagai sarana untuk mendapat kecintaai & keredhaan Allah dengan memberikan layanan yang terbaik kepada masyarakat bukan untuk menumpuk kekayaan. Ketika kita menjadi seorang konglomerat, jadikanlah kekayaan tersebut bisa dirasankan oleh masyarakat dan umat. Orang yang kaya dalam pandangan Allah, bukanlah orang yang menikmati kekayaan, akan tetapi orang yang kaya adalah meraka yang dengan kekayaan bisa dinikmati oleh orang lain
Ketika kita berprofesi sebagai guru, jadikan jabatan tersebut untuk melahirkan generasi-generasi berkualitas yang bukan hanya saja cerdas secara intelektual akan tetapi shaleh secara moral. Ketika kita berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang, jadikan nilai-nilai kejujuran untuk mengaih rezeki-rezki halal untuk keluarga kita yang akan mereka nikmati sebagai sarana untuk mendapatkan keredhaan & kecintaan Allah. Dan ketika kita berprofesi sebagai ayah atau suami, jadikanlah kedua profesi ini untuk melahirkan keluarga-keluarga yang dipenuhi dengan kasih dan sayang. Seorang ayah atau suami yang sadar, bahwa keluarga merupakan amanah dari Allah yang harus didik dengan nilai-nilai islami berarti telah melakukan aktivitas yang Allah cintai dan ridhai. Pada akhirnya, marilah kita jadikan jabatan, harta dan amanah yang sedang diamanhkan kepada sebagai sarana untuk mendapatkan keridhaan dan kecintaan Allah bukan sebagai tujuan dari kehidupan.
Semoga memberikan makna bagi kehidupan kita dalam memaknai misi kehidupan kita di dunia yang fana ini. Semoga segala aktivitas yang kita lakukan selama ini bukan hanya sebatas rutinitas yang melalahkan tanpa makna dihadapan Allah nantinya di akhirat. Kita berharap kepada Allah, agar segala aktivitas yang kita lakukan selama ini di alam dunia memiliki nilai-nilai ibadah yang akan menjadi pundi-pundi kesalehan kita di akhirat kelak !!
SUMBER : KHUTBAH JUM'AT DI MASJID RAYA 22 APRIL 2016 OLEH KH. NASHRULLAH ATHA, Lc., MHI.
0 komentar:
Post a Comment