PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat
merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan untuk membantu
individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang lebih memuaskan.
Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman membawa kita kepada
tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi seseorang yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan karena ia menentukan pikiran dan pengarahan
tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.
Filsafat
membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat abstrak
ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham
betul semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan
mungkin kita hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika
filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu;
epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh
pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala
sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang
membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut
sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan
pembahansannya.
Ketiga teori di
atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja berangkat dari
hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori
pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita
bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa
objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan
daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang
pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan
perkembangannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu
ontologi?
2.
Apa itu Epistemologi?
3.
Apa itu Aksiologi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ontologi
Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau
ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan.[1]
Namun pada
dasarnya term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf
Goclenius pada
tahun 1636 M. untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat
metafisis. Dalam perkembanganya Cristian Wolff membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksudkan
sebagai istilah lain dari ontologi.[2]
Bidang
pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan hakikat nilai). Nama lain untuk teori hakikat ialah teori
tentang keadaan. Hakikat ialah realitas, realitas ialah kerealan, real artinya
kenyataan yang sebenarnya, jadi hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya,
keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu,
bukan keadaan yang meberubah.[3]
Ontologi
menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada
dalam rangka tradisional. ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaianya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi sering
diindetikan dengan metafisika yang juga disebut proto-filsafia atau filsafat
yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah hakikat sesuatu,
keesaan, persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan segala sifatnya.[4]
Dengan
demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang ada.
Para ahli
memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia
mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat
bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang
berbeda-beda pendapat mengenai bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya
pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi, inilah yang dimaksud dari
setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit. Plato mengatakan
jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima panca
indra kita nampaknya cukup nyata atau real.
Adapun mengenai
objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada
individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada
mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun
sumber segala yang ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas,
bagi pendekatan kualitif, realitas tranpil dalam kuantitas atau jumlah,
telaahnya menjadi telaah monism, paralerisme atau plurarisme.[5]
Fungsi dan manfaat mempelajari ontologi sebagai cabang filsafat ilmu antara
lain:
Pertama : berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan,
konsep-konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu. Di antara asumsi dasar
keilmuan antara lain:
(1)
dunia ini
ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar-benar ada.
(2)
dunia
empiris itu dapat diketahui oleh manusia dengan pancaindera.
(3)
fenomena
yang terdapat di di dunia ini berhubungan satu dengan lainnya secara kausal.
Kedua: Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang
integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal
yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat
memperoleh gambaran tentang objek telaahannya, namun pada kenyataannya kadang
hasil temuan ilmiah berhenti pada simpulan-simpulan yang parsial dan
terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti tidak mampu
mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lain.
Ketiga: Ontologi memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan
yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Pembagian objek kajian ilmu
yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan berbagai permasalahan, di antaranya
ada kemungkinan terjadinya konflik perebutan bidang kajian, misalnya ilmu
bioetika itu masuk disiplin etika atau disiplin biologi. Kemungkinan lain
adalah justru terbukanya bidang kajian yang sama sekali belum dikaji oleh ilmu
apa pun. Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian
ilmu. Dengan demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu
dari tahun ke tahun atau dari abad ke abad.
B.
Epistemologi
Dalam belajar filsafat, kita akan
menemui banyak cabang kajian yang akan
membawa kita pada fakta dan betapa kaya dan beragam kajian filsafat itu.
Sebenarnya yang terpenting adalah
bagaimana kita semua memahami apa saja
yan menjadi kajan filsafat, cabang-cabang filsafat.[6]
Albuerey Castel membagi masalah filsafat menjadi enam bagian yaitu, teologis,
metafisika, epistemologi, etika, plitik dan sejarah.[7]
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari benar atau tidaknya suatu pengetahuan.[8]
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi mempunyai banyak sekali pemaknaan
atau pengertian yang kadang sulit untuk dipahami. Dalam memberikan pemaknaan terhadap epistemologi, para ahli memiliki
sudut pandang yang berbeda, sehingga memberikan pemaknaan yang berbeda ketika
mngungkapkannya.[9]
Akan
tetapi, untuk lebih mudah dalam memahami pengertian epistemologi, maka perlu
diketahui pengertian dasarnya terlebih dahulu. Epistemologi berdasarkan akar
katanya episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori).[10]
Secara
terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan
dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.[11]
Beberapa
ahli yang mencoba mengungkapkan definisi daripada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain
yang mencoba mendefinisikan epistemologi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan
bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan
pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang
memiliki pengetahuan.[12]
Dagobert
D. Runes. Seperti yang di tulis Mujamil Qomar, beliau memaparkan bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas, sumber, struktur,
metode-metode, dan validitas pengetahuan.[13]
Sedangkan menurut Azyumardi Azra, beliau
menambahkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas keaslian, pengertian,
struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan.[14]
Walaupun dari kedua pemaparan di atas terdapat sedikit perbedaan, namun
keduanya memberikan pengertian yang sederhana dan relatif mudah di pahami.
Mudhlor ahmad merinci menadi enam aspek yaitu, hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas dan saran pengetahuan.[15]
Am
Syaifudin menyebutkan bahwa epistemologi
mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita
ketahui, dan sampai manakah batassannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkas
menjadi dua masalah pokok, masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.[16]
1.
Ruang Lingkup
Epistemologi
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa
dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan
pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
a)
Cakupan pokok
bahasan,
Yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara
umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri
memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu
itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Makna leksikal
ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang
hakiki, sains, teknologi, keterampilan,kemahiran dan juga meliputi ilmu-ilmu
seperti hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para malaikat dan ilmu manusia.
2)
Ilmu adalah
kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan. Istilah ini digunakan dalam
filsafat Islam. Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
3)
Ilmu yang hanya
dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
4)
Ilmu adalah
pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan
belum diyakini.
5)
Ilmu ialah
kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas
eksternal.
6)
Ilmu ialah
kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak
berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
7)
Ilmu ialah
kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
b)
Sudut pembahasan
Yakni apabila
subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini
dibahas,karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan
psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu.
Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu.
Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat. Sisi
pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok
kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan
ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan
adalah dibahas dalam ilmu logika. Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari
aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut
pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang
perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam
epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan
observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan.Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî
dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian,
ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa
dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi[17].
2.
Aliran-aliran
Epistemologi
Dalam teori
epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut mencoba menjawab
pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
Pertama, golongan yang
mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu aliran:
a)
Rasionalisme, yaitu
aliran yang mengemukakan, bahwa sumber pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio
dan jiwa.
b)
Empirisme,
yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalaman
manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang ditangkap oleh panca inderanya.
c)
Kritisme (transendentalisme),
yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari dunia
luar dan dari jiwa atau pikiran manusia sendiri.
Kedua, golongan yang
mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di dalamnya aliran-aliran:
a)
Realisme, yaitu
aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia adalah gambaran yang baik
dan tepat tentang kebenaran. Dalam pengetahuan yang baik tergambar kebenaran
seperti sesungguhnya.
b)
Idealisme,
yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah kejadian dalam jiwa
manusia, sedangkan kanyataan yang diketahui manusia semuanya terletak di luar
dirinya[18].
C.
Aksiologi
Aksiologi
membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan
logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal,
teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan
status metafisik dari nilai[19].
Aksiologi
sebagai cabang filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,
pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan[20].
Nilai
Intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung kualitas-kualitas
pengirisan didalam dirinya, sedangkan nilai instrumentalnya ialah pisau yang
baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris[21],
jadi dapat menyimpulkan bahwa nilai Instrinsik ialah nilai yang yang dikandung
pisau itu sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan Nilai Instrumental ialah
Nilai sesuatu yang bermanfaat atau dapat dikatakan Niai guna.
Aksiologi
terdiri dari dua hal utama, yaitu:
Etika : bagian
filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang. Semua prilaku
mempunyai nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak benar suatu prilaku
dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepat, prilaku adalah beretika baik
atau beretika tidak baik.
Estetika
: bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari
sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikhotomis, dalam arti
bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi
yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang dan
tidak nyaman pada pihak lainnya.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah :
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan
kebenaran yang hakiki, maka prilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh
kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
2. Dalam pemilihan objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang
tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak
mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat
dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3.
Pengembangan
pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat
dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat pemanfaatan
ilmu dan temuan-temuan universal.[22]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Istilah
ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta
onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau
ajaran. Maka ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan,
term ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf.
Menurut etimologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu yang sistematis, teori).
Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan
batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
Aksiologi
membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari kata axio dan
logos, axios artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos artinya akal,
teori, axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria dan
status metafisik dari nilai.
B. Saran
Dalam mempelajari ilmu
pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari filsafat dengan berbagai macam
cabang ilmunya. Karena, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis,
universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas, menganalisa sesuatu secara
mendalam, ternyata sangat relevan dengan problematika hidup dan kehidupan
manusia serta mampu menjadi perekat antara berbagai macam disiplin ilmu yang
terpisah kaitannya satu sama lain. Dengan demikian, menggunakan analisa
filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang berkembang sekarang ini, akan
menemukan kembali relevansinya dengan hidup dan kehidupan masyarakat dan akan
lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad, Mudlor.
1994. Ilmu Dan Keinginan Tabu (Epistemologi Dalam Filsafat). Bandung:
Trigenda Karya.
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metedologi Pendidikan
Islam. Jakarta: Ciputat Pres.
Idi, Jalaluddin Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Hidayat, Anwar, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi,
Epistemologi Dan Aksiologi, (7 Januari 2014), https://plus.google.com/111276199-303520579310,
diakses pada tanggal 9 Oktober 2015
Margono, Soejono Soe. Pengantar
Filsafat Louis O.Kattsoff. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat
Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: dari
Metode Rasional Hingga Metode Kritik. Jakarta: Erlangga.
Shamad, Abd dkk. 2012. Filsafat: Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi, di akses dari http://philosopherscommunity.blogspot.com pada tanggal 18 Oktober 2014 pukul 13:15
Soyomukti, Nuraini. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Susanto, A. 2001. Filsafat Ilmu. Jakarta: Bumi Aksara.
Syam, Nina W. 2010. Filsafat
Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama.
Tafsir, Ahmad. 2003. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
WibSurajiyo. 2005.
Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
INFORMASI MAKALAH:
Paper DOI
Peer-reviewed Publication DOI
License
CC-By Attribution 4.0 International
Citations
APA
Zubaidillah, M. H. (2018, July 11). FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI. https://doi.org/10.17605/osf.io/2kx4v
MLA
Zubaidillah, Muh H. “FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI.” INA-Rxiv, 11 July 2018. Web.
Chicago
Zubaidillah, Muh H. 2018. “FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI.” INA-Rxiv. July 11. doi:10.17605/osf.io/2kx4v.
[6] Nuraini Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 111
[7] Fuad Ihsan, Filsafat
Ilmu, (Jakarta, PT Rineka Cipta: 2010), hlm. 26
[8] Nina W. Syam, Filsafat
Sebagai Akar Ilmu Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2010), cet 1, hlm
229
[9] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: dari
Metode Rasional Hingga Metode Kritik, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hlm. 2
[10] Muhmidayeli, Filsafat
Pendidikan, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hlm. 78
[11] Mujamil Qomar, op.cit.,
hlm. 3.
[12] Ibid.,
[13] Muajmil Qomar Ibid, hlm,
4
[14] Ibid
[15] Mudlor Ahmad, Ilmu Dan Keinginan Tabu (Epistemologi Dalam
Filsafat), (Bandung: Trigenda Karya. 1994)
hlm. 61
[16] Mujamil Qomar, op,cit., hlm. 4
[17] Abd Shamad dkk, Filsafat: Ontologi,
Epistemologi dan Aksiologi,
di akses dari http://philosopherscommunity.blogspot.com/2012/05/filsafat-ontologi-epistemologi-dan.ht
ml pada tanggal 18 Oktober
2014 pukul 13:15 Wib
[18] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metedologi Pendidikan
Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 5
[20] Soejono Soe Margono. Pengantar Filsafat Louis O.Kattsoff.
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1986), hlm. 327
[22] Anwar
Hidayat, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7
Januari 2014), https://plus.google.com/111276199303520579310,
diakses pada tanggal 9 Oktober 2015
mantab,,terima kasih
ReplyDeleteMakalah yang bagus.
ReplyDeleteMohon ijin ustadz untuk mengambil karyanya sebagai kajian kami.
Terima kasih
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletesilahkan pak..
ReplyDeletesilahkan pak..
ReplyDeleteizin share ya ustadz... semoga jadi amal jariyah
ReplyDeleteIzin copas yah
ReplyDeleteThanks for a grreat read
ReplyDelete