PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Agama
Islam adalah agama yang menganut azaz persamaan (equality) sesama manusia dan
saling bertergantungan satu sama lainnya.Islam tidak membedakan antara manusia
pria atau wanita, orang Arab atau orang non Arab (‘ajam), orang bangsawan atau
rakyat jelata karna semuanya sama kedudukannya dimata Allah. Hal ini Allah
nyatakan dalam firman-Nya dalam Q.S al-Hujurat ayat 13 : “Hai manusia
sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan wanita , dan Kami
jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal
(rukun dan damai), sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah
orang yang paling bertaqwa di antara kamu”. Ayat ini memberikan pemahaman
bahwa allah tidak memandang status siapa pun diatas dunia ini karena dengan
adanya perbedaan itu menjadikan dirinya lebih dekat kepada allah karena adanya
perbedaan mnenjadikan sebuah konsep ilmu dalam mengembangkan pola pikir dan
jakrawala . Karena itu tidak mengherankan jika ada orang yang tadinya adalah
budak, orang tawanan, dan setelah ia masuk Islam dan dibebaskan, dia akhirnya
menjadi orang penting, bahkan ada yang menjadi panglima, dan raja-raja besar.
Dalam sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari budak ini disebut Mamalik,
atau oleh literatur Barat Mamluk.[1]
Penulis
akan membahas sebuah dinasti yang didirikan oleh kaum mamluk. Dalam
dunia Islam ada dua pemerintahan yang berhasil didirikan oleh kaum mamluk,
yaitu Dinasti Mamluk di India (1206-1290) yang dibentuk oleh Qutbuddin Aybak,
dan Dinasti Mamluk di Mesir (1250-1517).[2] Pada
kesempatan ini penulis akan secara khusus membahas Dinasti Mamluk yang ada di
Mesir. Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat
serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun serangan
Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah
kekuasaan Dinasti Mamluk (Mamalik).[3]
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah berdirinya dinasti mamalik di mesir ?
2.
Bagaimana pemerintahan pada masa dinasti mamalik bahri ?
3.
Bagaimana pemerintahan pada masa dinasti mamalik burji ?
4.
Apa sajakah kemajuan-kemajuan yang di capai oleh dinasti
mamalik dalam dunia islam?
5.
Bagaimana kemunduran dan keruntuhan dinasti mamalik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya
Kata
Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar
manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak
yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti
hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba
dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan
‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba
yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayub. Mamluk
Dinasti Ayubi’yah berasal dari Asia kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia
Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa Turki, Syracuse,
Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk sultan yang
berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni Mamluk
para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti mamluk atau mamalik adalah sebuah dinasti atau
pemerintahan yang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah
orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti ayubiyah sebagai budak, yang
kemudian di didik dan dijadikan tentara, dan mereka ditempatkan di tempat yang
tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir,
al Malik al Saleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan
kekuasaannya. Pada masa itu mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam
ketentaraan maupun dalam imbalan-imbaan meteriil.[4]
Ketika
al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai
Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada
tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan
Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih,
Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha
mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu.
Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin
dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan
kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi
segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya
kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa
Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping
dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya
dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan
awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.[5]
B.
Pemerintahan Pada Masa
Dinasti Mamluk Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)
Nama
Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik
Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di
tepi Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata,
pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga
sebutan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan).
Salah
satu yang merupakan keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini
adalah adanya ambisi untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita yang
bernama Syajar Ad-Dur. Dia adalah isteri Sultan Dinasti Ayyubiyah, Al-Shaleh Najmuddin
Ayyub. Syajar Ad-Dur mengambil alih kekuasaansetelah suaminya meninggal dunia
dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota
Turansyah ketika itu sedang berada di Syam. Untuk menjaga agar semangat pasukan
Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah
tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar Ad-Dur.
Kepemimpinan Syajar Ad-Dur ini berlangsung selama 80 hari.[6]
Dalam
sumber lain dikatakan bahwa setelah Al-Malik Shaleh meninggal (1249 M), anaknya
Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena
turansyah lebih dekat dengan tentara asal Kurdi. Akhirnya, pada tahun 1250 M,
Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah
kejadian ini Syajar Ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih
kekuasaan.Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan.
Kekuasaan
Syajar Ad-Dur ini berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di
Baghdad, bahwa yang memerintah itu seharusnya adalah seorang pria dan bukan
wanita.Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, akhirnya ia
memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya yang bernama Izzuddin
Aybak agar dapat memerintah di belakang layar. Akan tetapi segera setelah itu
Aybak membunuh Syajar Ad-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa
sebagai sultan syar’i (formalitas) di samping dirinya sebagai
penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya Aybak juga mambunuh Muasa. Ini
merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti
Mamalik.
Aybak
resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh
tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang
masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan
digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang
mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak
kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol
yang sudah berhasil menduduki hamper seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu
di Ain Jalut pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan
Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan
ini membuat Mamalik menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya.
Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.[7]
Perang
ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan
pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan
mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan.
Pusat
kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah Baghdad luluh lantak oleh
tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan mamluk makin
bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657
H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi
Mamluk senior selai Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah
memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan Pegunungan
Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang pantai Laut
Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali kekhalifahan
Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah
pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.[8]
Baybar juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk
mendapatkan simpati rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.
Prestasi
Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat
empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan
haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh
dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah.
Di
bidang diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat
dan tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan Konstantinopel,
serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga menjalin ikatan
perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang merupakan keponakan
dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di Golden Horde dan
Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).
Di
bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang membawa
kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti
Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis.
Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia
Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah
jatuhnya Baghdad. Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan
kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka
untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancer dengan
membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan meng hubungkan Kairo dan damaskus
dengan layanan pos cepat. Pos cepat ini hanya memakan waktu empat hari dengan
menggunakan beberapa ekor kuda yang tersedia pada setiap stasiun di sepanjang
jalan. Selain pos dengan menggunakan kuda, juga ada pos cepat menggunakan
burung merpati yang sudah ada sejak zaman Fathimiyah.
Pada
masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini disebabkan
jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan
diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu
pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan
oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan
ilmu agama.
Di
bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu Khalikan,
Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu Al-Fida’, Ibn Tagri Bardi Atabaki,
Al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran.
Bidang
ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan baru.
Abu Hasan \Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu
dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain,
seperti Nasiruddin At-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu
Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika.[9]
Di
bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan berlomba
mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi. Bermunculanlah
bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah. Bangunan-bangunan
tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, seperti masjid
Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat dikunjungi presiden
Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke Mesir. Kita juga masih
bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan Abbasiyah Kairo, Mesir.
Pemerintahan
Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali oleh Az-Zhahier
Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah
kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah Al-Mansur
Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam
pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk
memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan
Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun
adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).
Masa
setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh Mamluk
keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti Mamluk
berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban sekitar tahun
791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan
pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.[10]
Di
antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai berikut:
1.
pada tahun 680
H/1281 M, Manshur Qalawun berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat
telak.
2.
pada tahun 702
H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil menaklukkan kepulauan Arwad
dan mengusir orang-orang Salibis dari sana.
3.
pada tahun yang
sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat telak pada perang Syaqhat di
dekat Damaskus, ikut dalam perang ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Secara
turun-temurun, para sultan Mamluk Bahri seperti terlihat pada tabel berikut
ini.[11]
No
|
Nama
|
Masa Pemerintahan
|
Akhir Pemerintahan
|
1
|
Syajarat Durr
|
648 H/1250 M
|
Dibunuh
|
2
|
Izzuddin Aybak
|
648 H/1250 M
|
Dibunuh
|
3
|
Nuruddin ‘Ali bin Aybak
|
655 H/1257 M
|
Dicopot
|
4
|
Saifuddin Qutuz
|
657 H/1258 M
|
Dibunuh
|
5
|
Zhahir Bibaris
|
658 H/1259 M
|
Wafat
|
6
|
Sa’id Barkah bin Bibaris
|
676 H/1277 M
|
Dicopot
|
7
|
‘Adil Badruddin bin Bibaris
|
689 H/1290 M
|
Dicopot
|
8
|
Manshur Qalawun
|
693 H/1294 M
|
Wafat
|
9
|
Asyraq Khalil bin Qalawun
|
694 H/1294 M
|
Dibunuh
|
10
|
‘Adil Katabagha
|
698 H/1298 M
|
-
|
11
|
Manshur Lajin
|
708 H/1208 M
|
Dibunuh
|
12
|
Nashir Muhammad bin Qalawun
|
709 H/1309 M
|
Diganti
|
13
|
Mudzafar Bibaris Abi Syakir
|
741 H/1340 M
|
Dibunuh
|
14
|
Nashir Muahmmad bin Qalawun
|
742 H/1341 M
|
Wafat
|
15
|
Manshur Abu Bakar bin Muhammad
|
742 H/1341 M
|
Dicopot
|
16
|
Asyraf Kazak bin Muhammad
|
743 H/1342 M
|
Dicopot
|
17
|
Nashir Ahmad bin Muhammad
|
746 H/1345 M
|
Dicopot
|
18
|
Shalih Ismail bin Muhammad
|
747 H/1346 M
|
Wafat
|
19
|
Kamil Sya’ban bin Muhammad
|
748 H/1347 M
|
Dibunuh
|
20
|
Muzhafar Amir Hajj bin Muhammad
|
752 H/1351 M
|
Dibunuh
|
21
|
Nashir Hasan bin Muhammad
|
755 H/1354 M
|
Dicopot
|
22
|
Shalih bin Muhammad
|
762 H/1360 M
|
Dicopot
|
23
|
Nashir Hasan bin Muhammad
|
764 H/1362 M
|
Dibunuh
|
24
|
Manshur Muhammad bin Amir Hajj
|
778 H/1376 M
|
Dicopot
|
25
|
Asyraf Sya’ban bin Hasan
|
783 H/1381 M
|
Dibunuh
|
26
|
Manshur ‘Ali bin Sya’ban
|
791 H/1388 M
|
Wafat
|
27
|
Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban
|
1389M-1390 M
|
Dicopot
|
C.
Pemerintahan Pada Masa
Dinasti Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)
Masa
pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq (784-801
H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk
Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir Hulagu
Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk dengan
tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir
selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya
tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk
Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem
pemerintahan.
Pemerintahan
selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H/1399-1405 M), putra
sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk
Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan.
Banyak
dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi
salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan
dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi.Dana kesultanan lebih banyak
dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin menipis, sehingga
pendidikan tidak begitu terperhatikan. Tekanan dari luar wilayah Mamluk pun
datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan dan banyak
yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan Asyraf Qaitbay
(872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Maluk di
wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan Mesir. Pada
masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki Utsmani terhadap
wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan
tentara Turki Utsmani.
Begitulah
seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam maupun
dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis yang melarang dan
mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya sultan Qanshus
Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922 H/1516 M. Sejak
itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki
Utsmani. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa
membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri.
Sultan
terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang
yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan
Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah
berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai
ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan
kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al-Zuwailah pada tahun
923 H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk.[12]
Para
Sultan Dinasti Mamluk Burji dapat dilihat pada table berikut:
No
|
Nama Sultan
|
Masa
Pemerintahan
|
Akhir pemerintahan
|
1
|
Az-Zhahir Barquq
|
792 H/1389 M
|
Wafat
|
2
|
An-Nashir Farj bin Barquq
|
801 H/1398 M
|
Dicopot
|
3
|
Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq
|
Tiga bulan
|
Dicopot
|
4
|
An-Nashir Farj (kedua kali)
|
808 H/1405 M
|
Dibunuh
|
5
|
Al-Muayyid Syaikh
|
815 H/1412 M
|
Wafat
|
6
|
Al-Muzaffar Ahmad Ibn Al-Muayyid
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
7
|
Az-Zhair Thutar
|
Beberapa Bulan
|
Wafat
|
8
|
Ash-Shalih Muhammad bin Thutar
|
Beberapa Bulan
|
Dicopot
|
9
|
Al-Asyraf Barsibai
|
825 H/1421 M
|
Wafat
|
10
|
Al-Aziz Yusuf bin Barsibai
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
11
|
Az-Zhahir Jaqman
|
842 H/1438
|
Wafat
|
12
|
Al-Manshur Utsman bin Jaqman
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
13
|
Al-Asyraf Inal
|
857 H/1453 M
|
Wafat
|
14
|
Al-Muayyid Ahmad bin Inal
|
Beberapa bulan
|
Dicopot
|
15
|
Az-Zhahir Kasyqadam
|
865 H/1460 M
|
Wafat
|
16
|
Az-Zhahit Balba
|
Dua Bulan
|
Dicopot
|
17
|
AZ-Zhahir Tamrigha
|
Dua Bulan
|
Dicopot
|
18
|
Khairbeik
|
Satu Malam
|
Dicopot
|
19
|
Al-Asyraf Qaytabai
|
872 H/1467 M
|
Wafat
|
20
|
An-Nashir Muhammad bin Qaytabi
|
901 H/1495 M
|
Dicopot
|
21
|
Qanshuh
|
902 H/1495 M
|
Dibunuh
|
22
|
An-Nashir Muhammad (dua kali)
|
903 H/1497 M
|
Dibunuh
|
23
|
Az-Zhahir Qanshuh
|
904 H/1498 M
|
Dicopot
|
24
|
Janbalah
|
905 H/1499 M
|
Dibunuh
|
25
|
Al-‘Adil Tumanbai I
|
Beberapa bulan
|
Dibunuh
|
26
|
Al-Asyraf Qanshuh Al-Ghauri
|
906 H/1500 M
|
Dibunuh
|
27
|
Tumanbai II
|
922-923 H/1516-1517 M
|
Dibunuh
|
D. Kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk
Dinasti
Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti
ini bersifat oligarki militer, utamanya pada masa pemerintahan Mamluk Bahri.
Sistem oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Para amir
berkompetisi dalam prestasi, karena merupakan kandidat sultan. Adanya kompetisi
semacam ini, memotivasi setiap amir untuk melakukan perubahan demi terjadinya
suatu kemajuan di Mesir.
Adapun
kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk adalah sebagai berikut:[13]
1. Bidang Militer.
Pemerintahan
dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam kemiliteran. Para Mamluk yang
dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan
pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentara
yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun
kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir
Setelah
memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka
harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan
nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai
taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga
kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara
Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa lapang mereka
diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran
bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk
juga akan memastikan bahwa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah
tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada
khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan.
Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku
setempat. Pemerintah setempat seperti amirjuga
mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk
Khalifah atau Sultan.
Pada
mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak lelaki
tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian kawasan
seperti Mesir,
tentara Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya
mendapat pengaruh yang luas. Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai
ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin,
ada buku manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas
keberhasilan menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang
menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari
berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Dauddan Jalut juga
dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an.
Bahkan, ada satu surat di Al-Qur'an yang
berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk
peperangan.
”Demi
kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang
mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan
tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah
kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya
pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer.
Berbagai jenis buku mengenai 'jihad'
dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah
satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The
Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat
antara 380H-338 H/990-998 M).
Dalam
karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda,
menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan
menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua
bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada
masa Khalifah Abbasiyah,
misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan
Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat
pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk
mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa
saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan
dengan serangan bangsaMongol.
Pada
zaman Shalahuddin,
ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku
ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di
dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan
menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab,
meski sang penulisnya orang Armenia.
Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas
mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel(pelempar
batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan
perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi
dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku
lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar
Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detail
mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan
formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah
penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di
medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk
menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda
atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara
seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan
senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh
buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang
diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi
An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of
Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda,
pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan
pembagaian rampasan perang.
2. Bidang Pemerintahan.
Dalam
bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn
al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak
penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk
menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer
sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari
kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang
berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai
khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara
Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai
pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan
Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin
di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan
kapal-kapal Mongol di Anatolia.
3. Bidang Ekonomi.
Dalam
bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan
Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti
Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai
jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo
menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa.
Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang
ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi
antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat
membantu pengembangan perekonomiannya.
Pembangunan
di bidang ekonomi dan perdagangan membawa kemakmuran. Jalur perdagangan yang
dibangun sejak kekhalifaan fatimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang
dengan Italia dan Perancis. Dalam pada itu, kedudukan Mesir menjadi penting bagi
jalur perdagangan antara Asia dan Eropa melalui laut merah dan laut tengah.
Bidang
perhubungan darat dan laut yang menjadi pilar utama dan penopang ekonomi negara
menjadi lancar dengan menggali terusan-terusan, membuat pelabuhan-pelabuhan,
dan menghubungkan Kairo dengan Damaskus. Disamping itu hasil pertanian juga
meningkat. Keberhasilan ekonomi Mesir pada periode ini, didukung oleh
pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota melalui laut dan
darat. Oleh karena itu ketangguhan angkatan laut menjadi bagian penting dalam
pengembangan perekonomiannya.
4. Bidang ilmu pengetahuan.
Di
bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal
Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang
di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama.
Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn
Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin
ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran:
Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru
manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis
psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf.
Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn
Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits
dalam Islam, Imam As-SuyuthiRahimahullah yang menguasai banyak ilmu
keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullahdalam ilmu
hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Dasar
untuk mengukur kemajuan peradaban suatu bangsa atau dinasti biasanya diukur
dari tingkat perhatian dan penghargaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan
ilmu pengetahuan merupakan pertanda bagi kebangkitan peradaban suatu
bangsa. Banyak dinasti Islam yang sangat berprestasi dalam dunia ilmu
pengetahuan sehingga menambah khazanah keintelektualan yang mewarnai corak
rasionalistik masa klasik Islam. di antara dinasti Islam yang sangat mengutamakan
ilmu pengetahuan adalah dinasti Mamluk.
Kemajuan
ilmu pengetahuan pada masa dinasti Mamluk disebabkan oleh jatuhnya Baghdad yang
mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan
demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,
melanjutkan kedudukan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh bangsa
Mongol.
Di
Mesir, para ilmuan tersebut memperoleh perlindungan dan kehidupan yang
terjamin sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat,
seperti dalam bidang ilmu sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu
agama. Ketika para ulama Baghdad kehilangan semangat
pintu ijtihad dan lari ke dunia tasawuf dan tarekat dan umat hidup
dalam taqlid, maka di wilayah Mesir yang dikuasai dinasti Mamluk
bermunculan ulama-ulama besar. Ulama-ulama tersebut antara lain Ibnu Taimiyah
(1263-1328), penganjur kemurnian ajaran Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan
Hadis dan membuka pintu ijtihad; Jalaluddin al-Suyuti, seorang ulama yang
produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah.
5. Bidang Seni dan Budaya.
Pergantian
Sultan yang dialami oleh dinasti Mamluk, khususnya pada masa dinasti Mamluk
Bahri memberikan corak tersendiri bagi perkembangan arsitektur setiap sultan.
Kondisi persaingan di bidang arsitektur ini memberikan gambaran tersendiri bagi
kewibawaan dan kemajuan bagi diri sultan.
Oleh karena itu
perhatian terhadap kondisi arsitektur melambangkan kejayaan kerajaan. Hal
tersebut dapat dilihat dari setiap sultan berusaha lebih berhasil dari pendahulunya
meskipun semuanya tidak terpenuhi, sehingga ada keinginan mengabadikan sesuatu
yang bersifat monumental dari kepemimpinannya sebagai warisan sejarah.
Pengembangan
arsitektur yang sangat tinggi tersebut ditopang oleh datangnya beberapa
insinyur tehnik yang melarikan diri ke Mesir untuk mencari perlindungan kepada
sultan akibat kejaran tentara Mongol. Kedatangan arsitek tersebut membawa Mesir
mengalami perkembangan seni dan budaya secara cepat, dengan prestasi-prestasi
tersendiri seperti arsitektur, keramik, dan karya arsitek dalam logam.
Desain
arsitektural yang khas muncul sebagai seni arsitektur keagamaan pada periode
ini. beberapa mesjid dan madrasah biasanya dibangun dengan sebuah ruang tengah
yang terbuka yang dikelilingi empat serambi pada setiap sisi utama dari ruang
tengah tersebut, dengan beberapa ruang yang berhubungan dilengkapi dengan
kamar-kamar untuk para pelajar. Bangunan makam biasanya diberi atap dengan
sebuah kubah. Bangunan-bangunan yang lain yang didirikan pada masa ini adalah rumah
sakit umum, perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara mesjid.
Kondisi
kejayaan arsitektur Mamluk masa klasik digambarkan oleh beberapa ahli sejarah
sebagai kota yang kaya akan pertunjukan visual ala kota klasik yang sangat
luas, membentuk tatanan fisik kota dan melambangkan hubungan integral antara
negara-negara Islam dan masyarakat urban.
E. Kemunduran dan Kehancuran dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk telah menorehkan
tinta sejarah keemasan Islam dan memberikan sumbangsih terhadap peradaban Islam
dengan berbagai kejayaan yang pernah diraihnya. Namun demikian, sejarah
mencatat pula bahwa banyak kerajaan-kerajaan yang telah mencapai puncaknya
akhirnya mengalami kemunduran. Hal itulah yang dialami oleh dinasti Mamluk,
kejayaan yang diraihnya tertoreh sebagai warisan sejarah kejayaan
Islam. sekaligus pengalaman pahit yang pernah terjadi dalam sejarah
dinasti Islam akibat kehancuran yang dialami oleh dinasti ini.
Sejarah telah mencatat bahwa pada
masa dinasti Mamluk Bahri, Mamluk mengalami berbagai puncak kejayaan utamanya
pada masa Baybar memegang tampuk kepemerintahan. Setelah pemerintahan Mamluk
beralih kepada kelompok Mamluk Burji, dinasti Mamluk mengalami banyak
kemunduran. Kemunduran itu disebabkan berbagai faktor internal dan eksternal.
Para Sultan dari Mamluk Burji tidak
memiliki pengetahuan cara mengatur roda pemerintahan kecuali latihan militer.
Kenyataan menunjukkan situasi kelemahan yang dialami oleh dinasti ini. Barbesi
misalnya melarang megimpor rempah-rempah dari India. Akibatnya, harga rempah-rempah
menjadi mahal, apalagi komoditi ini dimonopoli oleh Sultan. Ia juga memonopoli
pabrik gula dan melarang kaum wanita keluar rumah, memecat orang-orang non
Muslim dari pegawi pemerintah. Dalam suasana stabilitas dalam negeri yang
begitu rapuh, masyarakat juga dijangkiti berbagai macam penyakit epidemi yang
meminta korban banyak.
Banyak penguasa Mamluk Burji yang
bermoral rendah dan tidak menyukai pengetahuan. Kebiasaan hidup berpoya-poya
dan hidup mewah menyebabkan harga pajak melambung tinggi, sehingga menyengsarakan
rakyat dan membuat mereka putus asa dan hilang kepercayaan terhadap sultan.
Pajaklah satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang yang banyak untuk membiayai
pemerintahan, membayar pegawai, melengkapi istana-istana dengan berbagai
kemewahan. Sultan yang memerintah dari tahun 1412-1421 M adalah seorang
pemabuk, yang dibeli dari seorang pedagang Circassia. Sultan inilah yang
melakukan berbagi perbuatan yang melampaui batas. Kondisi yang melanda dinasti
Mamalik ini, meluas dari tingkat amir ke bentuk gangguan dalam masyarakat.
Keadaan itu diperparah dengan adanya musim kemarau panjang yang mengakibatkan
pertanian tidak berproduksi.
Disamping kondisi internal tersebut
di atas, kondisi yang tak kalah pentingnya yang mewarnai kemunduran dan
kehancuran dinasti Mamluk adalah faktor eksternal. Pada tahun 1498 Vasco Da
Gama, seorang navigator yang berkebangsaan Portugis, mendapat jalan ke Timur
melalui Tanjung Pengharapan di Afrika Selatan. Dengan penemuan ini, orang
Portugis dan Eropa lainnya bersatu untuk mendatangi daerah-daerah penghasil
rempah-rempah di Timur. Akibatnya adalah kapal-kapal yang biasanya melintas di
daerah Mesir dan Syiria kini baralih ke Tanjung Pengharapan,
sehingga penghasilan Mamluk menjadi berkurang. Dengan ditemukannya Tanjung
Harapan sistem perdagangan dinasti Mamalik mulai runtuh secara
berangsur-angsur.
Di pihak lain suatu kekuatan politik
baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi dinasti Mamalik, yakni kerajaan
Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Datangnya
kekuatan baru tersebut diperparah dengan bergolaknya daerah kekuasaan Mamluk di
Syiria. Selain karena penyerbuan tentara Mongol, juga karena ulah
penguasa-penguasa setempat yang ingin melepaskan diri dari pemerintahan pusat.
Kekuatan Turki Usmani yang masuk Syiria itu berasal dari Anatolia yang
memberikan perlawanan yang berarti terhadap pasukan Mamluk.
Dari Syiria, tentara Usmaniyah
melaju ke Mesir. Pada waktu itu yang menjadi sultan di Mesir adalah Tumam Bey,
bekas budak Qunshawh. Kedua belah pihak berhadapan di kota Kairo pada tanggal
28 Zulhijjah923 H/ 22 Januari 1417M,. kondisi pasukan Mamalik tidak dapat
mengimbangi pasukan Turki Usmaniyah. Sehari setelah itu, sultan Salim dengan
mudah memasuki Kairo. Orang-orang Mamalik menyerah kalah. Tumam Bey, sultan
terakhir Mamalik akhirnya terbunuh pada bulan rabiul Awal 923 H/April 1517M.
Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Mamalik, Kairo yang
sebelumnya menjadi ibu kota kerajaan, sekarang tidak lebih dari sebuah kota
propinsi dari kesultanan Turki Usmaniyah.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti Mamalik adalah salah satu kerajaan yang berada di Mesir yang pada
awalnya merupakan daerah yang bebas dari gangguan pihak luar dan muncul dalam
suasana diintegrasipolitik secara total mengawali masa kemunduran dunia Islam,
kendati dalam keadaan demikian, terbentuklah sebuah pemerintahan yang kokoh,
dikendalikan oleh dua kelompok Mamalik yakni Mamalik Bahri dan Burji yang mampu
bertahan selama tiga perempat abad.
Pada masa pemerintahannya, dinasti mamalik mengalami beberapa kemajuan baik
di bidang konsolidasi pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan,
militer serta bidng seni dan budaya.
Namun demikian suatu pemerintahan tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akn
pernah bertahan lama, pasti akan mengalami kemunduran yang sekaligus membawa
kehancuran. Hal inilah yang dialami oleh dinasti Mamalik. Kemunduran dan
kehancurannya disebabkan oleh adanya faktor interen yakni tidak stabilnya
pemerintahan disebabkan karena para penguasa ketika itu lemah, adanya kondisi
alam yang diluar dugaan mereka, seperti terjadinya musim kemarau yang
berkepanjangan serta wabah penyakit yang menjangkit mengakibatkan banyak yang
meninggal dunia. Sedangkan faktor eksteren yakni menguatnya Turki Usmani dalam
berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai
menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.
B. Saran
Demikianlah sederetan peristiwa dan sejarah yang dapat
penulis paparkan kepada kita semua, yang terjadi dari awal berdirinya Dinasti
Mamluk Bahri sampai berakhirnya di tangan Mamluk Burji. Mudah-mudahan makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca semuanya. Penulis berharap akan
ada masukan-masukan untuk perbaikan makalah yang masih jauh dari sempurna ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah
Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, 2006), cet. IV.
Cheche, Wardah, Dinasti
Mamluk di Mesir, (31 Mei 2013), http://wardahcheche.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
Dewan Redaksi, Ensiklopedi
Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994, cet. II.
Effendy, Mochtar, Ensiklopedi
Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001, cet. I.
Nasir, Muhammad, Peradaban
Islam Pada Masa Pemerintahan Mamluk/Mamalik Di Mesir, (16 Mei 2013), http://sejarahcoy.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
Nasution, Harun, Islam
ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1985.
Sulaiman, Mughni, Makalah
sejarah terbentuknya dinasti mamluk, (9 Desember 2012), http://mugnisulaeman.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
Sunanto, Hj. Musyrifah,
Prof. Dr., Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Supriyadi, Dedi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung : pustaka setia, 2008.
Wibisono, Gunawan, Sejarah
Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006,
[1] Mochtar Effendy, Ensiklopedi
Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), cet. I.
h. 337
[5] Gunawan Wibisono, Sejarah
Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
[11] Ahmad Al-Usairy, Sejarah
Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, 2006), cet. IV, h.304
[13] Mughni Sulaiman, Makalah
sejarah terbentuknya dinasti mamluk, (9 Desember 2012), http://mugnisulaeman.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9
Okotober 2015.
[14] Mughni Sulaiman, Makalah
sejarah……….