Tuesday, 20 October 2015

MAKALAH DINASTI MAMLUK DI MESIR


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Agama Islam adalah agama yang menganut azaz persamaan (equality) sesama manusia dan saling bertergantungan satu sama lainnya.Islam tidak membedakan antara manusia pria atau wanita, orang Arab atau orang non Arab (‘ajam), orang bangsawan atau rakyat jelata karna semuanya sama kedudukannya dimata Allah. Hal ini Allah nyatakan dalam firman-Nya dalam Q.S al-Hujurat ayat 13 : “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan wanita , dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal (rukun dan damai), sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”. Ayat ini memberikan pemahaman bahwa allah tidak memandang status siapa pun diatas dunia ini karena dengan adanya perbedaan itu menjadikan dirinya lebih dekat kepada allah karena adanya perbedaan mnenjadikan sebuah konsep ilmu dalam mengembangkan pola pikir dan jakrawala . Karena itu tidak mengherankan jika ada orang yang tadinya adalah budak, orang tawanan, dan setelah ia masuk Islam dan dibebaskan, dia akhirnya menjadi orang penting, bahkan ada yang menjadi panglima, dan raja-raja besar. Dalam sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari budak ini disebut Mamalik, atau oleh literatur Barat Mamluk.[1]
Penulis akan membahas sebuah dinasti yang didirikan oleh kaum  mamluk. Dalam dunia Islam ada dua pemerintahan yang berhasil didirikan oleh kaum mamluk, yaitu Dinasti Mamluk di India (1206-1290) yang dibentuk oleh Qutbuddin Aybak, dan Dinasti Mamluk di Mesir (1250-1517).[2] Pada kesempatan ini penulis akan secara khusus membahas Dinasti Mamluk yang ada di Mesir. Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun serangan Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk (Mamalik).[3]

B.    Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah berdirinya dinasti mamalik di mesir ?
2.        Bagaimana pemerintahan pada masa dinasti mamalik bahri ?
3.        Bagaimana pemerintahan pada masa dinasti mamalik burji ?
4.        Apa sajakah kemajuan-kemajuan yang di capai oleh dinasti mamalik dalam dunia islam?
5.        Bagaimana kemunduran dan keruntuhan dinasti mamalik?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya
Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan ‘abd yang berarti hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus sebagai hamba dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayub. Mamluk Dinasti Ayubi’yah berasal dari Asia kecil, Persia (Iran), Turkistan, dan Asia Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa Turki, Syracuse, Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk sultan yang berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya, yakni Mamluk para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Dinasti mamluk atau mamalik adalah sebuah dinasti atau pemerintahan yang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti ayubiyah sebagai budak, yang kemudian di didik dan dijadikan tentara, dan mereka ditempatkan di tempat yang tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa ayubiyah yang terakhir, al Malik al Saleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa itu mereka mendapat hak-hak istimewa, baik dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbaan meteriil.[4]
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya, Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun 1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.[5]

B.    Pemerintahan Pada Masa Dinasti Mamluk Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)
Nama Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di tepi Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga sebutan Al-Mamalik Al-Bahriyyah (para budak lautan).
Salah satu yang merupakan keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini adalah adanya ambisi untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita yang bernama Syajar Ad-Dur. Dia adalah isteri Sultan Dinasti Ayyubiyah, Al-Shaleh Najmuddin Ayyub. Syajar Ad-Dur mengambil alih kekuasaansetelah suaminya meninggal dunia dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota Turansyah ketika itu sedang berada di Syam. Untuk menjaga agar semangat pasukan Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar Ad-Dur. Kepemimpinan Syajar Ad-Dur ini berlangsung selama 80 hari.[6]
Dalam sumber lain dikatakan bahwa setelah Al-Malik Shaleh meninggal (1249 M), anaknya Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena turansyah lebih dekat dengan tentara asal Kurdi. Akhirnya, pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah kejadian ini Syajar Ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih kekuasaan.Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan.
Kekuasaan Syajar Ad-Dur ini berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad, bahwa yang memerintah itu seharusnya adalah seorang pria dan bukan wanita.Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya yang bernama Izzuddin Aybak agar dapat memerintah di belakang layar. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar Ad-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan syar’i (formalitas) di samping dirinya sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya Aybak juga mambunuh Muasa. Ini merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan Dinasti Mamalik.
Aybak resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hamper seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu di Ain Jalut pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan ini membuat Mamalik menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.[7]
Perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan.
 Pusat kekhalifahan Islam akhirnya berada di Kairo setelah Baghdad luluh lantak oleh tentara Mongol. Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan mamluk makin bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi Mamluk senior selai Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan Pegunungan Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang pantai Laut Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.[8] Baybar juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk mendapatkan simpati rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.
Prestasi Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah.
Di bidang diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat dan tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan Konstantinopel, serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga menjalin ikatan perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang merupakan keponakan dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di Golden Horde dan Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).
Di bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang membawa kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah jatuhnya Baghdad. Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancer dengan membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan meng hubungkan Kairo dan damaskus dengan layanan pos cepat. Pos cepat ini hanya memakan waktu empat hari dengan menggunakan beberapa ekor kuda yang tersedia pada setiap stasiun di sepanjang jalan. Selain pos dengan menggunakan kuda, juga ada pos cepat menggunakan burung merpati yang sudah ada sejak zaman Fathimiyah.
Pada masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini disebabkan jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu agama.
Di bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu Khalikan, Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu Al-Fida’, Ibn Tagri Bardi Atabaki, Al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran.
Bidang ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan baru. Abu Hasan \Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain, seperti Nasiruddin At-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika.[9]
Di bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan berlomba mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi. Bermunculanlah bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah. Bangunan-bangunan tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, seperti masjid Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat dikunjungi presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke Mesir. Kita juga masih bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan Abbasiyah Kairo, Mesir.
Pemerintahan Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali oleh Az-Zhahier Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah Al-Mansur Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).
Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti Mamluk berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.[10]
Di antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai berikut:
1.                   pada tahun 680 H/1281 M, Manshur Qalawun berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat telak.
2.                  pada tahun 702 H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis dari sana.
3.                  pada tahun yang sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus, ikut dalam perang ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Secara turun-temurun, para sultan Mamluk Bahri seperti terlihat pada tabel berikut ini.[11]
No
Nama
Masa Pemerintahan
Akhir Pemerintahan
1
Syajarat Durr
648 H/1250 M
Dibunuh
2
Izzuddin Aybak
648 H/1250 M
Dibunuh
3
Nuruddin ‘Ali bin Aybak
655 H/1257 M
Dicopot
4
Saifuddin Qutuz
657 H/1258 M
Dibunuh
5
Zhahir Bibaris
658 H/1259 M
Wafat
6
Sa’id Barkah bin Bibaris
676 H/1277 M
Dicopot
7
‘Adil Badruddin bin Bibaris
689 H/1290 M
Dicopot
8
Manshur Qalawun
693 H/1294 M
Wafat
9
Asyraq Khalil bin Qalawun
694 H/1294 M
Dibunuh
10
‘Adil Katabagha
698 H/1298 M
-
11
Manshur Lajin
708 H/1208 M
Dibunuh
12
Nashir Muhammad bin Qalawun
709 H/1309 M
Diganti
13
Mudzafar Bibaris Abi Syakir
741 H/1340 M
Dibunuh
14
Nashir Muahmmad bin Qalawun
742 H/1341 M
Wafat
15
Manshur Abu Bakar bin Muhammad
742 H/1341 M
Dicopot
16
Asyraf Kazak bin Muhammad
743 H/1342 M
Dicopot
17
Nashir Ahmad bin Muhammad
746 H/1345 M
Dicopot
18
Shalih Ismail bin Muhammad
747 H/1346 M
Wafat
19
Kamil Sya’ban bin Muhammad
748 H/1347 M
Dibunuh
20
Muzhafar Amir Hajj bin Muhammad
752 H/1351 M
Dibunuh
21
Nashir Hasan bin Muhammad
755 H/1354 M
Dicopot
22
Shalih bin Muhammad
762 H/1360 M
Dicopot
23
Nashir Hasan bin Muhammad
764 H/1362 M
Dibunuh
24
Manshur Muhammad bin Amir Hajj
778 H/1376 M
Dicopot
25
Asyraf Sya’ban bin Hasan
783 H/1381 M
Dibunuh
26
Manshur ‘Ali bin Sya’ban
791 H/1388 M
Wafat
27
Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban
1389M-1390 M
Dicopot

C.    Pemerintahan Pada Masa Dinasti Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)
Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq (784-801 H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir Hulagu Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk dengan tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem pemerintahan.
Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H/1399-1405 M), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan.
Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi.Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin menipis, sehingga pendidikan tidak begitu terperhatikan. Tekanan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan Asyraf Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Maluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.
Begitulah seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam maupun dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922 H/1516 M. Sejak itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri.
Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab Al-Zuwailah pada tahun 923 H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk.[12]
Para Sultan Dinasti Mamluk Burji dapat dilihat pada table berikut:
No
Nama Sultan
Masa
Pemerintahan
Akhir pemerintahan
1
Az-Zhahir Barquq
792 H/1389 M
Wafat
2
An-Nashir Farj bin Barquq
801 H/1398 M
Dicopot
3
Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq
Tiga bulan
Dicopot
4
An-Nashir Farj (kedua kali)
808 H/1405 M
Dibunuh
5
Al-Muayyid Syaikh
815 H/1412 M
Wafat
6
Al-Muzaffar Ahmad Ibn Al-Muayyid
Beberapa bulan
Dicopot
7
Az-Zhair Thutar
Beberapa Bulan
Wafat
8
Ash-Shalih Muhammad bin Thutar
Beberapa Bulan
Dicopot
9
Al-Asyraf Barsibai
825 H/1421 M
Wafat
10
Al-Aziz Yusuf bin Barsibai
Beberapa bulan
Dicopot
11
Az-Zhahir Jaqman
842 H/1438
Wafat
12
Al-Manshur Utsman bin Jaqman
Beberapa bulan
Dicopot
13
Al-Asyraf Inal
857 H/1453 M
Wafat
14
Al-Muayyid Ahmad bin Inal
Beberapa bulan
Dicopot
15
Az-Zhahir Kasyqadam
865 H/1460 M
Wafat
16
Az-Zhahit Balba
Dua Bulan
Dicopot
17
AZ-Zhahir Tamrigha
Dua Bulan
Dicopot
18
Khairbeik
Satu Malam
Dicopot
19
Al-Asyraf Qaytabai
872 H/1467 M
Wafat
20
An-Nashir Muhammad bin Qaytabi
901 H/1495 M
Dicopot
21
Qanshuh
902 H/1495 M
Dibunuh
22
An-Nashir Muhammad (dua kali)
903 H/1497 M
Dibunuh
23
Az-Zhahir Qanshuh
904 H/1498 M
Dicopot
24
Janbalah
905 H/1499 M
Dibunuh
25
Al-‘Adil Tumanbai I
Beberapa bulan
Dibunuh
26
Al-Asyraf Qanshuh Al-Ghauri
906 H/1500 M
Dibunuh
27
Tumanbai II
922-923 H/1516-1517 M
Dibunuh

D.   Kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk
            Dinasti Mamalik membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, utamanya pada masa pemerintahan Mamluk Bahri. Sistem oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena merupakan kandidat sultan. Adanya kompetisi semacam ini, memotivasi setiap amir untuk melakukan perubahan demi terjadinya suatu kemajuan di Mesir.
            Adapun kemajuan-kemajuan yang dicapai dinasti Mamluk adalah sebagai berikut:[13]
1.      Bidang Militer.
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam  kemiliteran. Para Mamluk yang dididik haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan diangkat di antara pemimpin tentara yang terbaik, yang paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang di wilayah Mesir
Setelah memeluk Islam, seorang Mamluk akan dilatih sebagai tentara berkuda. Mereka harus mematuhi Furisiyyah, sebuah aturan perilaku yang memasukkan nilai-nilai seperti keberanian dan kemurahan hati dan juga doktrin mengenai taktik perang berkuda, kemahiran menunggang kuda, kemahiran memanah dan juga kemahiran merawat luka dan cedera.
Tentara Mamluk ini hidup di dalam komunitas mereka sendiri saja. Masa lapang mereka diisi dengan permainan seperti memanah dan juga persembahan kemahiran bertempur. Latihan yang intensif dan ketat untuk anggota-anggota baru Mamluk juga akan memastikan bahwa kebudayaan Mamluk ini abadi.
Setelah tamat latihan, tentara Mamluk ini dimerdekakan tetapi mereka harus setia kepada khalifah atau sultan. Mereka mendapat perintah terus dari khalifah atau sultan. Tentara Mamluk selalu dikerahkan untuk menyelesaikan perselisihan antara suku setempat. Pemerintah setempat seperti amirjuga mempunyai pasukan Mamluk sendiri tetapi lebih kecil dibandingkan pasukan Mamluk Khalifah atau Sultan.
Pada mulanya, status tentara Mamluk ini tidak boleh diwariskan dan anak lelaki tentara Mamluk dilarang mengikuti jejak langkah ayahnya. Di sebagian kawasan seperti Mesir, tentara Mamluk mulai menjalin hubungan dengan pemerintah setempat dan akhirnya mendapat pengaruh yang luas. Pada era Dinasti Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang pesat. Sedangkan, pada zaman Shalahuddin, ada buku manual militer karya AT-Thurtusi (570 H/1174 M) yang membahas keberhasilan menaklukan Yerussalem. Semenjak awal Islam memang menaruh perhatian khusus mengenai soal perang. Bahkan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah meminta agar para anak lelaki diajari berenang, gulat, dan berkuda. Berbagai kisah peperangan seperti legenda Dauddan Jalut juga dikisahkan dengan apik dalam Al-Qur'an. Bahkan, ada satu surat di Al-Qur'an yang berkisah tentang `heroisme’ kuda-kuda yang berlari kencang dalam kecamuk peperangan.
”Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah. Dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya). Dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi. Maka, ia menerbangkan debu dan menyerbu ke tengah kumpulan musuh.” (Al-‘aAdiyat 1-4).
Kaum muslim sebenarnya pun sudah menulis berbagai karya mengenai soal perang dan ilmu militer. Berbagai jenis buku mengenai 'jihad' dan pengenalan terhadap seluk beluk kuda, panahan, dan taktik militer. Salah satu buku yang terkenal dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris The Catologue yang merupakan karya Ibnu Al-Nadim (wafat antara 380H-338 H/990-998 M).
Dalam karya itu, Al-Nadim menulis berbagai kategori mengenai cara menunggang kuda, menggunakan senjata, tentang menyusun pasukan, tentang berperang, dan menggunakan alat-alat persenjataan yang saat itu telah dipakai oleh semua bangsa. Karya semacam ini pun kemudian banyak muncul dan disusun pada masa Khalifah Abbasiyah, misalnya oleh Khalifah al-Manshur dan al-Ma’mun. Bahkan, pada periode kekuasaan Daulah Al-Mamluk produksi buku mengenai ilmu militer itu berkembang sangat pesat. Minat para penulis semakin terpacu dengan keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat itu. Pembahasan sering dibahas adalah mengenai seluk beluk yang berkaitan dengan serangan bangsaMongol.
Pada zaman Shalahuddin, ada sebuah buku manual militer yang disusun oleh At-Tharsusi, sekitar tahun 570 H/1174 M. Buku ini membahas mengenai keberhasilan Shalahuddin di dalam memenangkan perang melawan bala tentara salib dan menaklukan Yerussalem. Buku ini ditulis dengan bahasa Arab, meski sang penulisnya orang Armenia. Manual yang ditulisnya selain berisi tentang penggunaan panah, juga membahas mengenai ‘mesin-mesin perang’ saat itu, seperti mangonel(pelempar batu), alat pendobrak, menara-menara pengintai, penempatan pasukan di medan perang, dan cara membuat baju besi. Buku ini semakin berharga karena dilengkapi dengan keterangan praktis bagaimana senjata itu digunakan.
Buku lain yang membahas mengenai militer adalah karya yang ditulis oleh Ali ibnu Abi Bakar Al Harawi (wafat 611 H/1214 M). Buku ini membahas secara detail mengenai soal taktik perang, organisasi militer, tata cara pengepungan, dan formasi tempur. Kalangan ahli militer di Barat menyebut buku ini sebagai sebuah penelitian yang lengkap tentang pasukan muslim di medan tempur dan dalam pengepungan. Pada lingkungan militer Daulah Mamluk menghasilkan banyak karya tentang militer, khususnya keahlian menunggang kuda atau fu'usiyyah. Dalam buku ini dibahas mengenai bagaimana cara seorang calon satria melatih diri dan kuda untuk berperang, cara menggunakan senjatanya, dan bagaimana mengatur pasukan berkuda atau kavaleri.
Contoh buku yang lain adalah karya Al-Aqsara’i (wafat74 H/1348 M) yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris menjadi An End to Questioning and Desiring (Further Knowledge) Concering the Science of Horsemenship. Buku ini lebih komplet karena tidak hanya membahas soal kuda, pasukan, dan senjata, namun juga membahas mengenai doktrin dan pembahasan pembagaian rampasan perang.

2.     Bidang Pemerintahan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di 'Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
3.     Bidang Ekonomi.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.
Pembangunan di bidang ekonomi dan perdagangan membawa kemakmuran. Jalur perdagangan yang dibangun sejak kekhalifaan fatimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Dalam pada itu, kedudukan Mesir menjadi penting bagi jalur perdagangan antara Asia dan Eropa melalui laut merah dan laut tengah.
Bidang perhubungan darat dan laut yang menjadi pilar utama dan penopang ekonomi negara menjadi lancar dengan menggali terusan-terusan, membuat pelabuhan-pelabuhan, dan menghubungkan Kairo dengan Damaskus. Disamping itu hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan ekonomi Mesir pada periode ini, didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota melalui laut dan darat. Oleh karena itu ketangguhan angkatan laut menjadi bagian penting dalam pengembangan perekonomiannya.

4.     Bidang ilmu pengetahuan.
Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-'Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan 'Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun'im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-SuyuthiRahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-'Asqalani Rahimahullahdalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.
Dasar untuk mengukur kemajuan peradaban suatu bangsa atau dinasti biasanya diukur dari tingkat perhatian dan penghargaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan pertanda bagi kebangkitan peradaban suatu bangsa. Banyak dinasti Islam yang sangat berprestasi dalam dunia ilmu pengetahuan sehingga menambah khazanah keintelektualan yang mewarnai corak rasionalistik masa klasik Islam. di antara dinasti Islam yang sangat mengutamakan ilmu pengetahuan adalah dinasti Mamluk.
Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa dinasti Mamluk disebabkan oleh jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan kedudukan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh bangsa Mongol.
Di Mesir, para ilmuan tersebut memperoleh perlindungan dan kehidupan yang terjamin  sehingga ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan pesat, seperti dalam bidang ilmu sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agamaKetika para ulama Baghdad  kehilangan semangat pintu ijtihad dan lari ke dunia tasawuf dan tarekat dan umat hidup dalam taqlid, maka di wilayah Mesir yang dikuasai dinasti Mamluk bermunculan ulama-ulama besar. Ulama-ulama tersebut antara lain Ibnu Taimiyah (1263-1328), penganjur kemurnian ajaran Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan Hadis dan membuka pintu ijtihad; Jalaluddin al-Suyuti, seorang ulama yang produktif menulis, baik di bidang tafsir maupun sejarah.

5.     Bidang Seni dan Budaya.
Pergantian Sultan yang dialami oleh dinasti Mamluk, khususnya pada masa dinasti Mamluk Bahri memberikan corak tersendiri bagi perkembangan arsitektur setiap sultan. Kondisi persaingan di bidang arsitektur ini memberikan gambaran tersendiri bagi kewibawaan dan kemajuan bagi diri sultan.
Oleh karena  itu perhatian terhadap kondisi arsitektur melambangkan kejayaan kerajaan. Hal tersebut dapat dilihat dari setiap sultan berusaha lebih berhasil dari pendahulunya meskipun semuanya tidak terpenuhi, sehingga ada keinginan mengabadikan sesuatu yang bersifat monumental dari kepemimpinannya sebagai warisan sejarah.
Pengembangan arsitektur yang sangat tinggi tersebut ditopang oleh datangnya beberapa insinyur tehnik yang melarikan diri ke Mesir untuk mencari perlindungan kepada sultan akibat kejaran tentara Mongol. Kedatangan arsitek tersebut membawa Mesir mengalami perkembangan seni dan budaya secara cepat, dengan prestasi-prestasi tersendiri seperti arsitektur, keramik, dan karya arsitek dalam logam.
Desain arsitektural yang khas muncul sebagai seni arsitektur keagamaan pada periode ini. beberapa mesjid dan madrasah biasanya dibangun dengan sebuah ruang tengah yang terbuka yang dikelilingi empat serambi pada setiap sisi utama dari ruang tengah tersebut, dengan beberapa ruang yang berhubungan dilengkapi dengan kamar-kamar untuk para pelajar. Bangunan makam biasanya diberi atap dengan sebuah kubah. Bangunan-bangunan yang lain yang didirikan pada masa ini adalah rumah sakit umum, perpustakaan, vila-vila, kubah dan menara mesjid.
Kondisi kejayaan arsitektur Mamluk masa klasik digambarkan oleh beberapa ahli sejarah sebagai kota yang kaya akan pertunjukan visual ala kota klasik yang sangat luas, membentuk tatanan fisik kota dan melambangkan hubungan integral antara negara-negara Islam dan masyarakat urban.

E.    Kemunduran dan Kehancuran dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk telah menorehkan tinta sejarah keemasan Islam dan memberikan sumbangsih terhadap peradaban Islam dengan berbagai kejayaan yang pernah diraihnya. Namun demikian, sejarah mencatat pula bahwa banyak kerajaan-kerajaan yang telah mencapai puncaknya akhirnya mengalami kemunduran. Hal itulah yang dialami oleh dinasti Mamluk, kejayaan yang diraihnya tertoreh sebagai warisan sejarah kejayaan Islam.  sekaligus pengalaman pahit yang pernah terjadi dalam sejarah dinasti Islam akibat kehancuran yang dialami oleh dinasti ini.
Sejarah telah mencatat bahwa pada masa dinasti Mamluk Bahri, Mamluk mengalami berbagai puncak kejayaan utamanya pada masa Baybar memegang tampuk kepemerintahan. Setelah pemerintahan Mamluk beralih kepada kelompok Mamluk Burji, dinasti Mamluk mengalami banyak kemunduran. Kemunduran itu disebabkan berbagai faktor internal dan eksternal.
Para Sultan dari Mamluk Burji tidak memiliki pengetahuan cara mengatur roda pemerintahan kecuali latihan militer. Kenyataan menunjukkan situasi kelemahan yang dialami oleh dinasti ini. Barbesi misalnya melarang megimpor rempah-rempah dari India. Akibatnya, harga rempah-rempah menjadi mahal, apalagi komoditi ini dimonopoli oleh Sultan. Ia juga memonopoli pabrik gula dan melarang kaum wanita keluar rumah, memecat orang-orang non Muslim dari pegawi pemerintah. Dalam suasana stabilitas dalam negeri yang begitu rapuh, masyarakat juga dijangkiti berbagai macam penyakit epidemi yang meminta korban banyak.
Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai pengetahuan. Kebiasaan hidup berpoya-poya dan hidup mewah menyebabkan harga pajak melambung tinggi, sehingga menyengsarakan rakyat dan membuat mereka putus asa dan hilang kepercayaan terhadap sultan. Pajaklah satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang yang banyak untuk membiayai pemerintahan, membayar pegawai, melengkapi istana-istana dengan berbagai kemewahan. Sultan yang memerintah dari tahun 1412-1421 M adalah seorang pemabuk, yang dibeli dari seorang pedagang Circassia. Sultan inilah yang melakukan berbagi perbuatan yang melampaui batas. Kondisi yang melanda dinasti Mamalik ini, meluas dari tingkat amir ke bentuk gangguan dalam masyarakat. Keadaan itu diperparah dengan adanya musim kemarau panjang yang mengakibatkan pertanian tidak berproduksi.
Disamping kondisi internal tersebut di atas, kondisi yang tak kalah pentingnya yang mewarnai kemunduran dan kehancuran dinasti Mamluk adalah faktor eksternal. Pada tahun 1498 Vasco Da Gama, seorang navigator yang berkebangsaan Portugis, mendapat jalan ke Timur melalui Tanjung Pengharapan di Afrika Selatan. Dengan penemuan ini, orang Portugis dan Eropa lainnya bersatu untuk mendatangi daerah-daerah penghasil rempah-rempah di Timur. Akibatnya adalah kapal-kapal yang biasanya melintas di daerah Mesir dan Syiria kini baralih  ke Tanjung Pengharapan, sehingga penghasilan Mamluk menjadi berkurang. Dengan ditemukannya Tanjung Harapan sistem perdagangan dinasti Mamalik mulai runtuh secara berangsur-angsur.
Di pihak lain suatu kekuatan politik baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi dinasti Mamalik, yakni kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir. Datangnya kekuatan baru tersebut diperparah dengan bergolaknya daerah kekuasaan Mamluk di Syiria. Selain karena penyerbuan tentara Mongol, juga karena ulah penguasa-penguasa setempat yang ingin melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Kekuatan Turki Usmani yang masuk Syiria itu berasal dari Anatolia yang memberikan perlawanan yang berarti terhadap pasukan Mamluk.
Dari Syiria, tentara Usmaniyah melaju ke Mesir. Pada waktu itu yang menjadi sultan di Mesir adalah Tumam Bey, bekas budak Qunshawh. Kedua belah pihak berhadapan di kota Kairo pada tanggal 28 Zulhijjah923 H/ 22 Januari 1417M,. kondisi pasukan Mamalik tidak dapat mengimbangi pasukan Turki Usmaniyah. Sehari setelah itu, sultan Salim dengan mudah memasuki Kairo. Orang-orang Mamalik menyerah kalah. Tumam Bey, sultan terakhir Mamalik akhirnya terbunuh pada bulan rabiul Awal 923 H/April 1517M.
Dengan demikian, berakhirlah masa pemerintahan dinasti Mamalik, Kairo yang sebelumnya menjadi ibu kota kerajaan, sekarang tidak lebih dari sebuah kota propinsi dari kesultanan Turki Usmaniyah.[14]



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dinasti Mamalik adalah salah satu kerajaan yang berada di Mesir yang pada awalnya merupakan daerah yang bebas dari gangguan pihak luar dan muncul dalam suasana diintegrasipolitik secara total mengawali masa kemunduran dunia Islam, kendati dalam keadaan demikian, terbentuklah sebuah pemerintahan yang kokoh, dikendalikan oleh dua kelompok Mamalik yakni Mamalik Bahri dan Burji yang mampu bertahan selama tiga perempat abad.
Pada masa pemerintahannya, dinasti mamalik mengalami beberapa kemajuan baik di bidang konsolidasi pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, militer serta bidng seni dan budaya. Namun demikian suatu pemerintahan tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akn pernah bertahan lama, pasti akan mengalami kemunduran yang sekaligus membawa kehancuran. Hal inilah yang dialami oleh dinasti Mamalik. Kemunduran dan kehancurannya disebabkan oleh adanya faktor interen yakni tidak stabilnya pemerintahan disebabkan karena para penguasa ketika itu lemah, adanya kondisi alam yang diluar dugaan mereka, seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan serta wabah penyakit yang menjangkit mengakibatkan banyak yang meninggal dunia. Sedangkan faktor eksteren yakni menguatnya Turki Usmani dalam berbagai bidang sehingga dapat memukul mundur kekuatan dinasti mamalik sampai menghancurkannya. Sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Mamalik.

B.    Saran
Demikianlah sederetan peristiwa dan sejarah yang dapat penulis paparkan kepada kita semua, yang terjadi dari awal berdirinya Dinasti Mamluk Bahri sampai berakhirnya di tangan Mamluk Burji. Mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca semuanya. Penulis berharap akan ada masukan-masukan untuk perbaikan makalah yang masih jauh dari sempurna ini.



DAFTAR PUSTAKA
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006), cet. IV.
Cheche, Wardah, Dinasti Mamluk di Mesir, (31 Mei 2013), http://wardahcheche.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
Dewan RedaksiEnsiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994, cet. II.
Effendy, Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001, cet. I.
Nasir, Muhammad, Peradaban Islam Pada Masa Pemerintahan Mamluk/Mamalik Di Mesir, (16 Mei 2013), http://sejarahcoy.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985.
Sulaiman, Mughni, Makalah sejarah terbentuknya dinasti mamluk, (9 Desember 2012), http://mugnisulaeman.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
Sunanto, Hj. Musyrifah, Prof. Dr., Sejarah Islam Klasik. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : pustaka setia, 2008.
Wibisono, Gunawan, Sejarah Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006,




[1] Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), cet. I. h. 337
[2] Dewan RedaksiEnsiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), cet. II. h. 145   
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Ed. 1. h. 124
[4]Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam (bandung : pustaka setia, 2008), h. 235.
[5] Gunawan Wibisono, Sejarah Dinasti Mamalik Di Mesir, (8 Januari 2013), http://wibisono17.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban….h. 235-237
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban……h. 125
[8] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban….h. 237-238.
[9] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam ….h. 147-148.
[10] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban….h. 238-239.
[11] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006), cet. IV, h.304
[12] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban….h. 241-243.
[13] Mughni Sulaiman, Makalah sejarah terbentuknya dinasti mamluk, (9 Desember 2012), http://mugnisulaeman.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 9 Okotober 2015.
[14] Mughni Sulaiman, Makalah sejarah……….

0 komentar:

Post a Comment