Lihat Versi PDF untuk mengutip isi makalah di sini
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dewasa
ini setiap satuan pendidikan secara bertahap harus melaksanakan pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 19 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. PP no.
19 ini memberikan arahan tentang delapan standar nasional pendidikan, yang
meliputi: (a) standar isi; (b) standar proses; (c) standar kompetensi lulusan; (d)
standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) standar sarana dan prasarana; (f)
standar pengelolaan; (g) standar pembiayaan; dan (h) standar penilaian
pendidikan.
Peserta
didik yang berada pada sekolah dasar kelas satu, dua, dan tiga berada pada
rentangan usia dini. Pada usia tersebut seluruh aspek perkembangan kecerdasan
seperti IQ, EQ, dan SQ tumbuh dan berkembang sangat luar biasa. Pada umumnya
mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (berpikir holistik)
dan memahami hubungan antara konsep secara sederhana. Proses pembelajaran masih
bergantung kepada objek-objek konkret dan pengalaman yang dialami secara
langsung.
Saat
ini, pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SD
kelas I – III untuk setiap mata pelajaran dilakukan secara terpisah, misalnya
IPA 2 jam pelajaran, IPS 2 jam pelajaran, dan Bahasa Indonesia 2 jam pelajaran.
Dalam pelaksanaan kegiatannya dilakukan secara murni mata pelajaran yaitu hanya
mempelajari materi yang berhubungan dengan mata pelajaran itu. Sesuai dengan
tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu
keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran
secara terpisah akan menyebabkan kurang mengembangkan anak untuk berpikir
holistik dan membuat kesulitan bagi peserta didik.
Selain
itu, dengan pelaksanaan pembelajaran yang terpisah, muncul permasalahan pada kelas rendah (I-III)
antara lain adalah tingginya angka mengulang kelas dan putus sekolah. Angka
mengulang kelas dan angka putus sekolah peserta didik kelas I SD jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan kelas yang lain. Data tahun 1999/2000 memperlihatkan
bahwa angka mengulang kelas satu sebesar 11,6% sementara pada kelas dua 7,51%,
kelas tiga 6,13%, kelas empat 4,64%, kelas lima 3,1%, dan kelas enam 0,37%.
Pada tahun yang sama angka putus sekolah kelas satu sebesar 4,22%, masih jauh
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas dua 0,83%, kelas tiga 2,27%, kelas
empat 2,71%, kelas lima 3,79%, dan kelas enam 1,78%.
Angka
nasional tersebut semakin memprihatinkan jika dilihat dari data di
masing-masing propinsi terutama yang hanya memiliki sedikit taman kanak-kanak. Hal itu terjadi terutama
di daerah terpencil. Pada saat ini hanya sedikit peserta didik kelas satu
sekolah dasar yang mengikuti pendidikan prasekolah sebelumnya. Tahun 1999/2000
tercatat hanya 12,61% atau 1.583.467 peserta didik usia 4-6 tahun yang masuk
taman Kanak-kanak, dan kurang dari 5 % peserta didik berada pada pendidikan prasekolah lain.
Permasalahan
tersebut menunjukkan bahwa kesiapan sekolah sebagian besar peserta didik kelas
awal sekolah dasar di Indonesia cukup rendah. Sementara itu, hasil penelitian
menunjukkan bahwa peserta didik yang telah masuk taman kanak-kanak memiliki
kesiapan bersekolah lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang tidak mengikuti
pendidikan taman kanak-kanak. Selain itu, perbedaan pendekatan, model, dan
prinsip-prinsip pembelajaran antara kelas awal sekolah dasar dengan pendidikan
pra-sekolah dapat juga menyebabkan peserta didik yang telah mengikuti
pendidikan pra-sekolah pun dapat saja mengulang kelas atau bahkan putus
sekolah.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam
rangka implementasi Standar Isi yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan,
maka pembelajaran integrated learning sangat penting untuk dilaksanakan di tingkat
sekolah dasar, agar pembelajaran di kelas tidak monoton, menyenangkan serta
bermakna bagi kehidupan peserta didik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan integrated learning?
2.
Bagaimanakah
prinsip-prinsip dari integrated learning?
3.
Apakah
ciri-ciri dari integrated learning?
4.
Apa
sajakah model-model integrated learning ?
5.
Apakah
kelebihan dan kelemahan dari integrated learning?
6.
Mengapa
integrated learning penting untuk diterapkan di tingkat sekolah dasar?
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Integrated learning
Beberapa
pengertian dari integrated learning yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar integrated
learning diantaranya :
Menurut
Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi integrated
learning yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana
pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari
terpadu (integrated day), dan integrated learning (integrated learning).
Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata
pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh
dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari
sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai
kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, integrated learning
menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur
yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik
pusatnya (center core / center of interest).[1]
Menurut
Prabowo, integrated learning adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan
/ mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu
dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian integrated learning
di atas, yaitu konsep integrated learning dan IPA terpadu.
Masih
menurut Prabowo, integrated learning merupakan pendekatan belajar mengajar yang
melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini
diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik
kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam integrated learning diharapkan
anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari
dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang
sudah mereka pahami.
Integrated
learning merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan
menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally
Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang
menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur
intelektual anak.
Langkah
awal dalam melaksanakan integrated learning adalah pemilihan/ pengembangan
topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk
bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan
demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan
keputusan.
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki
kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum
dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum
akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan
dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan
kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk
membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman
pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan
membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak.[2]
B.
Prinsip-prinsip Integrated learning
Berikut
ini dikemukakan pula prinsip-prinsip dalam integrated learning yaitu meliputi :
1) prinsip penggalian tema, 2) prinsip pelaksanaan integrated learning, 3)
prinsip evaluasi dan 4) prinsip reaksi.
1.
Prinsip
penggalian tema antara lain :
a)
Tema hendaknya tidak terlalu luas,
namun dengan mudah dapat digunakan memadukan banyak bidang studi,
b)
Tema harus bermakna artinya bahwa
tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya
c)
Tema harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan psikologis anak.
d)
Tema yang dikembangkan harus mampu
mewadahi sebagian besar minat anak,
e)
Tema yang dipilih hendaknya
mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik
yang terjadi dalam rentang waktu belajar,
f)
Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan
kurikulum yang berlaku, serta harapan dari masyarakat,
g)
Tema yang dipilih hendaknya juga
mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.
2.
Prinsip
pelaksanaan terpadu di antaranya :
a)
Guru
hendaknya jangan menjadi “single actor “ yang mendominasi pembicaraan dalam
proses belajar mengajar,
b)
Pemberian
tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok,
c)
Guru
perlu akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan
dalam poses perencanaan.
3.
Prinsip
evaluatif adalah :
a)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping bentuk
evaluasi lainnya,
b)
Guru
perlu mengajak siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai
berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang telah disepakati dalam
kontrak.
4.
Prinsip
reaksi,
Dampak pengiring (nuturan efek) yang penting bagi perilaku secara sadar belum tersentuh
oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai secara tuntas
tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi terhadap reaksi siswa dalam
semua “event “ yang tidak diarahkan ke aspek yang sempit tetapi ke suatu
kesatuan utuh dan bermakna.
Waktu
integrated learning bisa bermacam-macam yaitu :
a)
Integrated
learning yang dilaksanakan pada waktu tertentu, yaitu apabila materi yang
dijalankan cocok sekali diajarkan secara terpadu;
b)
Integrated
learning bersifat temporer, tanpa kepastian waktu dan bersifat situasional,
dimana pelaksanaannya tidak mengikuti jadwal yang teratur, pelaksanaan
integrated learning secara spontan memiliki karakteristik dengan kegiatan
belajar sesuai kurikulum yang isinya masih terkotak-kotak berdasarkan mata
pelajaran. Walaupun demikian guru tetap harus merencanakan keterkaitan
konseptual atau antar pelajaran, dan model jaring laba-laba memungkinkan
dilaksanakan dengan integrated learning secara spontan (tim pengembang PGSD,
1996)
c)
Ada
pula yang melaksanakan integrated learning secara periodik, misalnya setiap
akhir minggu, atau akhir catur wulan. Waktu-waktunya telah dirancang secara
pasti
d)
Ada
pula yang melaksanakan integrated learning sehari penuh. Selama satu hari tidak
ada pembelajaran yang lain, yang ada siswa belajar dengan yang diinginkan.
Siswa sibuk dengan urusannya masing-masing.
Pembelajaran
ini dikenal dengan istilah “integrated day “ atau hari terpadu. Diawali dengan
kegiatan pengelolaan kelas yang meliputi penyiapan aspek-aspek kegiatan
belajar, alat-alat, media dan peralatan lainnya yang dapat menunjang
terlaksananya integrated learning. Dalam tahap perencanaan guru memberikan
arahan kepada murid tentang kegiatan yang akan dilaksanakan, cara pelaksanaan
kegiatan, dan cara siswa memperoleh bantuan guru.
Implikasi
dari integrated learning, bentuk hari terpadu, guru harus menentukan waktu
maupun jumlah hari untuk pelaksanaan kegiatan tersebut dan dapat diisi dengan
kegiatan integrated learning model jaring laba-laba. Integrated learning yang
terbentuk dari tema sentral.
Implementasinya
menuntut dilakukannya pengorganisasian kegiatan yang telah terstruktur.
Pengorganisasian pada awal kegiatan mencakup penentuan tema dengan
mempertimbangkan alat, bahan, dan sumber yang tersedia, jenis kegiatan serta
cara guru membantu siswa. Untuk pelaksanaanya guru bekerjasama dengan guru
kelas lainnya dalam merancang kegiatan belajar mengajar dengan memilih tema
sentral transportasi dalam kehidupan.[3]
C.
Ciri-ciri Integrated learning
Hilda
Karli dan Margaretha mengemukakan beberapa ciri integrated learning, yaitu
sebagai berikut:
1.
Holistik,
suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam integrated learning dikaji
dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala
sisi.
2.
Bermakna,
keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang
dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk
memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.
3.
Aktif,
integrated learning dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inquiri. Peserta
didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak
langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.[4]
Sejalan
dengan itu, Tim Pengembang PGSD mengemukakan bahwa integrated learning memiliki
ciri-ciri berikut ini.
1.
Berpusat
pada anak
2.
Memberikan
pengalaman langsung pada anak
3.
Pemisahan
antara bidang studi tidak begitu jelas
4.
Memyajikan
konsep dari berbagai bidang studi dalam suatu proses pembelajaran.
5.
Bersikap
luwes
6.
Hasil
pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.[5]
D.
Model-Model Integrated Learning
1.
Model
Fragmented
Pembelajaran konvensional yang
memisahkan disiplin ilmu atas beberapa materi pelajaran, tanpa adanya usaha
untuk mengintegrasikan materi pelajaran.
2.
Model
Connected
Materi pelajaran tertentu dapat
disatukan pada induk materi pelajatran tertentu sehingga menjadi keutuhan dalam
membentuk kemampuan dan menata butir-butir pembelajaran dan proses pembelajaran
secara terpadu
3.
Model
Nested
Pemaduan berbagai bentuk penguasaan
konsep keterampilan melalui sebuah kegiatan dengan mengembangkan daya imajinasi
dan berfikir logis untuk menunjukan bentuk kemampuan keterampilan tertentu
4.
Model
Sequenced
Model pemaduan topik-topik antar
pelajaran yang berbeda secara paralel dengan cara mengajarkan materi yang
memiliki kesamaan dalam upaya mengutuhkan materi tersebut.
5.
Model
Shared
Pemaduan pembelajaran akibat adanya
“overlapping” konsep atau ide pada dua materi pelajaran atau lebih sehingga
menjadi konsep yang utuh yang dapat menuntun siswa dalam membuka wawasan dan
cara berfikir yang luas dan mendalam melalui pemahaman terhadap konsep secara
lintas disiplin ilmu.
6.
Model
Webbed
Kegiatan pembelajaran yang memilki
keterkaitan materi yang secara metodologis dapat dipadukan dengan memilih dan
memilah tema/pokok bahasan
7.
Model
Theared
Merupakan pendekatan pembelajaran
yang ditempuh dengan mengembangkan gagasan pokok, yang berfokus pada
meta-curriculum.
8.
Model
Integrated
Pemaduan sejumlah topik dari mata
pelajaran yang berbeda tetapi esensinya sama.
9.
Model
Immersed
Model ini dirancang untuk membantu
siswa dalam menyaring dan memadukan berbagai pengalaman dan pengetahuan
dihubungkan dengan dengan medan pemakaiannya melalui pengintegrasian semua data
dari setiap bidang studi dan disiplin dengan mengkaitkan gagasan-gagasan
melalui minatnya.
10.
Model
Networked
Model pembelajaran yang mengendalikan
kemungkinan pengubahan konsepsi, bentuk pemecahan masalah, maupun tuntutan
bentuk keterampilan baru setelah siswa mengadakan studi lapangan dalam situasi,
kondisi, maupun konteks yang berbeda.[6]
E.
Kelebihan dan Kelemahan Integrated learning
Integrated
learning memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendekatan konvensional, yaitu
sebagai berikut.
1.
Pengalaman
dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
2.
Kegiatan
yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
3.
Seluruh
kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan
dapat bertahan lebih lama.
4.
Integrated
learning menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial peserta didik.
5.
Integrated
learning menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis dengan permasalahan yang
sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
6.
Jika
integrated learning dirancang bersama, dapat meningkatkan kerja sama antar guru
bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta
didik, peserta didik/guru dengan nara sumber; sehingga belajar lebih
menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih
bermakna.
Di
samping ada kelebihan di atas, integrated learning memiliki kelemahan, terutama
dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang
lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya
evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (ttg:9)
mengidentifikasi beberapa kelemahan integrated learning antara lain dapat
ditinjau dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut.
1.
Aspek Guru
Guru
harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis
yang handal, rasa percaya diri yang tinggi dan berani mengemas dan
mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali
informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan
banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang
kajian tertentu saja.
2.
Aspek Peserta Didik
Integrated
learning memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan
bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang,
memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak
dipenuhi, maka penerapan integrated learning juga akan terlambat.
3.
Aspek Kurikulum
Kurikulum
harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik
(bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan
dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta
didik.
4.
Aspek Penilaian
Integrated
learning memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu
menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian
terkait yang dipadukan.
5.
Aspek Suasana Pembelajaran
Integrated
learning berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan
‘tenggelam’nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengerjakan
sebuah tema, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi
gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang
pendidikan guru itu sendiri.
F.
Pentingnya Integrated learning Diterapkan Di Tingkat Sekolah Dasar
Piaget
mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak meliputi tahapan: (a)
sensori-motor, (b) pra operasional, (c) operasional konkrit, dan (d)
operasional formal. Anak-anak usia dini (2-8 th) berada pada tahapan pra
operasional dan operasional konkrit, sehingga kalau kita merujuk pada teori ini,
dalam praktik pembelajaran di kelas hendaknya guru memperhatikan ciri-ciri
perkembangan anak pada tahapan ini. Secara khusus pula para ahli psikologi
pendidikan anak mengemukakan bahwa perkembangan anak usia dini bersifat
holistik; perkembangan anak bersifat terpadu, di mana aspek perkembangan yang
satu terkait erat dan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Perkembangan
fisik tidak bisa dipisahkan dari perkembangan mental, sosial, dan emosional
ataupun sebaliknya, dan perkembangan itu akan terpadu dengan pengalaman,
kehidupan, dan lingkungannya.
Merujuk
pada teori-teori belajar, di antaranya teori Piaget, maka dalam pembelajaran di
jenjang SD kelas rendah hendaknya kita menggunakan pendekatan yang berorientasi
pada kebutuhan perkembangan anak (DAP atau Developmentally Appropiate
Practice). Penggunaan pendekatan DAP ini mengacu pada beberapa asas yang harus
diperhatikan oleh guru, yaitu:
1.
Asas
kedekatan, pembelajaran dimulai dari yang dekat dan dapat dijangkau oleh anak,
2.
Asas
faktual, pembelajaran hendaknya menapak pada hal-hal yang faktual (konkrit)
mengarah pada konseptual (abstrak),
3.
Asas
holistik dan integratif, pembelajaran hendaknya tidak memilah-milah topik
pelajaran, guru harus memikirkan segala sesuatu yang akan dipelajari anak
sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu,
4.
Asas
kebermaknaan, pembelajaran hendaknya penuh makna dengan menciptakan banyak
proses manipulatif sambil bermain.
Model
integrated learning tidak hanya cocok untuk peserta didik usia dini, namun bisa
juga digunakan untuk peserta didik pada satuan pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA,
karena pada hakikatnya model pembelajaran ini merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara
holistik dan otentik (Depdikbud: 1996:3).
Beberapa
alasan integrated learning cocok digunakan di tingkat SD sebagai berikut.
1.
Pendidikan
di SD harus memperhatikan perkembangan intelektual anak. Sesuai dengan taraf
perkembangannya, anak SD melihat dunia sekitarnya secara menyeluruh, mereka
belum dapat memisah-misahkan bahan kajian yang satu dengan yang lain.
2.
Di
samping memperhatikan perkembangan intelektual anak, guru juga haru mengurangi
dampak dari fenomena ini di antaranya anak tidak mampu melihat dan memecahkan
masalah dari berbagai sisi, karena ia terbiasa berfikir secara fragmentasi,
anak dikhawatirkan tidak memiliki cakrawala pandang yang luas dan integratif.
Cakrawala pandang yang luas diperlukan dalam memecahkan permasalahan yang akan mereka
hadapi nanti di masyarakat. Jadi merupakan bekal hidup yang sehat dalam
memandang manusia secara utuh.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Integrated
learning sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada
anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman
langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Disamping
itu integrated learning menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu
proses pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwe. Integrated learning juga
memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Salah
satu keterbatasan yang menonjol dari integrated learning adalah pada faktor
evaluasi. Integrated learning menuntut diadakannya evaluasi tidak hanya pada
produk, tetapi juga pada proses. Evaluasi integrated learning tidak hanya
berorientasi pada dampak instruksional dari proses pembelajaran, tetapi juga
pada proses dampak pengiring dari proses pembelajaran tersebut. Dengan demikian
integrated learning menuntut adanya teknik evaluasi yang banyak ragamnya.
Jadi,
integrated learning merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
siswa, baik secara individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan
mengemukakan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan
otentik.
B.
Saran
Masalah
pembelajaran yang dihadapi para pendidik saat ini semakin kompleks. Untuk itu
para pendidik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dalam menciptakan dan mengembangkan model-model pembelajaran, agar dapat
menunjang terciptanya proses belajar mengajar di kelas yang lebih bermakna dan
menyenangkan bagi peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Indrawati.
2009. Model Integrated learning Di Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK
IPA).
Tim
Pengembang PGSD. 1996. Integrated learning D-II PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi.
Prabowo,
Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Terpadu dalam Menghadapi Perkembangan
IPTEK Milenium III. Makalah. Disampaikan pada Seminar dan Lokakakarya
Jurusan Fisika FMIPA UNESA bekerja sama dengan Himpunan Fisika Indonesia (HFI)
dengan tema: Optimalisasi Peranan Fisika Menghadapi Perkembangan IPTEK Milenium
III Tanggal 10 Februari 2010. Unesa.
Hilda
Karli dan Margaretha S.Y, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Bina Media Informasi, 2002
Tim
Pengembang PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar,
Pembelajaran Terpadu, Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Direkotorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1997.
Zuhni
Eka Riwmawati, Metode Pembelajaran Integrated Learning, 2012, http://zuhni.blogspot.co.id/ (7
April 2016)
[2] Prabowo, Pembelajaran
Fisika dengan Pendekatan Terpadu dalam Menghadapi Perkembangan IPTEK Milenium
III. Makalah. Disampaikan pada Seminar dan Lokakakarya Jurusan Fisika FMIPA
UNESA bekerja sama dengan Himpunan Fisika Indonesia (HFI) dengan tema: Optimalisasi
Peranan Fisika Menghadapi Perkembangan IPTEK Milenium III Tanggal 10 Februari
2010. Unesa. Hal. 2-3.
[3] Sulistio
Wibysono, Media Pembelajaran……
[4] Hilda Karli
dan Margaretha S.Y, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. (Bandung : Bina Media Informasi, 2002), h. 15
[5] Tim Pengembang
PGSD dan S-2 Pendidikan Dasar, Pembelajaran
Terpadu, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direkotorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, 1997) h. 7.
[6] Zuhni Eka
Riwmawati, Metode Pembelajaran Integrated Learning, 2012, http://zuhni.blogspot.co.id/ (7 April 2016)
0 komentar:
Post a Comment