BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan
Mata
pelajaran fiqh dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah adalah salah satu bagian
mata pelajaran agama Islam yang diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian
menjadi dasar pandangan hidupnya (way of life) melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, penggunaan pengamalan dan pembiasaan.[1]
Pembelajaran
fiqih di MTs. bertujuan untuk membekali peserta didik
agar dapat: pertama, mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam
dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia
dengan Allah yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia
dengan sesama yang diatur dalam fiqih mu’amalah. Kedua, melaksanakan
dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut
diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan
tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun
sosial.[2]
agar dapat: pertama, mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam
dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia
dengan Allah yang diatur dalam fiqih ibadah dan hubungan manusia
dengan sesama yang diatur dalam fiqih mu’amalah. Kedua, melaksanakan
dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut
diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan
tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun
sosial.[2]
B.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup fiqih di MTs dalam
kurikulum berbasis berisi pokok-pokok materi:
1.
Hubungan manusia dengan
Allah SWT
Hubungan manusia dengan
Allah SWT, meliputi materi: Thaharah, shalat, zakat, haji, aqiqah, shadaqah,
infaq, hadiah dan wakaf.
2.
Hubungan manusia dengan
sesama manusia
Bidang ini meliputi
Muamalah, munakahat, penyelenggaraan jenazah, dan ta’ziyah, warisan.[3]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Standar Kompotensi
1.
Memahami
hukum Islam tentang haji dan umrah
B.
Kompotensi Dasar
1.
Menjelaskan
ketentuan ibadah haji dan umrah
2.
Menjelaskan
macam-macam haji
3.
Mempraktekkan
tata cara ibadah haji dan umrah
C.
Indokator
1.
Siswa
dapat menjelaskan ketentuan ibadah haji dan umrah
2.
Siswa
dapat menjelaskan macam-macam haji
3.
Siswa
dapat mempraktekkan tata cara ibadah
haji dan umrah
D.
Materi
1.
Haji dan Umrah (kelas VIII)
Haji
Ibadah haji dan umrah adalah ibadah yang dilakukan di Tanah Suci
Makkah. Dalam mengerjakan ibadah tersebut, terdapat aturan-aturan yang telah
ditentukan oleh syariat Islam. Tanpa ada aturan, para jamaah tidak tahu
bagaimana melalukan ibadah haji dan umrah.
a.
Pengertian dan Hukum Haji
Haji menurut bahasa adalah menyengaja. Menurut syariat Islam, haji
adalah sengaja mengunjungi Mekah (Ka’bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri
atas thawaf, sa’i, wuquf dan amalan-amalan lainnya pada masa tertentu demi
memenuhi penggilan Allah swt. dan mengharapkan keridhaan-Nya.
Ibadah
haji merupakan rukun Islam yang kelima. Haji diwajibkan oleh Allah swt. atas
setiap muslim yang mampu untuk mengerjakannya sekali dalam hidupnya. Allah swt.
berfirman dalam Surah Al-Imran Ayat 97
..... Ϭ!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# #144;kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4
“....... Dan mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan
ke Baitullah.... (QS.
Al-Imran/3: 97)
b.
Syarat Wajib dan Syarat Sah Haji
Syarat wajib haji adalah hal-hal yang apabila telah terpenuhi
menyebabkan orang yang bersangkutan wajib menunaikan haji. Adapun syarat sah
haji adalah hal-hal yang harus dipenuhi oleh yang menunaikan ibadah haji.
1)
Syarat
Wajib Haji
Syarat
wajib haji adalah: beragama islam, baligh/dewasa, berakal sehat, merdeka (tidak
menjadi budak), istita’ah atau mampu.
2)
Syarat
Sah Haji
Haji
dinyatakan sah apabila pelaksaannya memenuhi beberapa hal berikut: dilaksanakan
sesuai batas-batas waktunya, misalnya miqat zamani (batas waktu pemakaian
ihram) dan batas waktu wuquf, melaksanakan urutan rukunn haji tidak dibolak
balik, dipenuhi syarat-syaratnya, misalnya syaraf thawaf dan sa’i, dilaksanakan
di tempat yang telah ditentukan, misalnya tempat wuquf, thawaf, sa’i, melontar
jumrah, hadir di Muzdalifah ataupun bermalam di Mina.
c.
Rukun Haji
Rukun haji adalah hal-hal pokok yang harus dilaksanakan dalam
ibadah haji. Jika ditinggalkan salah satu saja, hajinya batal.
Adapun rukun haji adalah sebagai berikut: Ihram dengan niat ibadah
haji. Wuquf (diam) di Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Tawaf (mengelilingi Ka’bah
sebanyak tujuh kali) dengan syarat
1)
Suci
dari hadats dan najis,
2)
Menutup
aurat,
3)
Ka’bah
berada disebelah kiri orang yang thawaf,
4)
Satuan
hitungannya dimulai dari rukun Hajar Aswad, dan
5)
Thawaf
dilakukan di dalam masjid.
Adapun
macam-macam thawaf adalah
1)
Thawaf
ifadah (thawaf rukun haji),
2)
Thawaf
qudum ialah thawaf yang dilakukan ketika baru saja datang di tanah suci,
3)
Thawaf
sunnah (thawaf yang dilakukan kapan saja), dan
4)
Thawaf
wada’
Dan rukun haji juga Sa’i (lari kecil dari Bukit Safa ke Marwah dan
sebaliknya). Bercukur atau memotong sebagian rambut kepala (tahalul). Tertib
atau urut. Maksudnya, pelaksanaan rukun haji tidak boleh diubah urutannya dari
nomor satu sampai nomor enam.
Adapun syarat-syarat sa’i meliputi
1)
Dimulai
dari Bukit Safa dan diakhiri di Bukit Marwah,
2)
Dilakukan
sesudah thawaf, baik thawaf qudum maupun thawaf ifadah, dan
3)
Dilakukan
sebanyak tujuh kali.
d.
Wajib Haji
Wajib haji adalah sesuatu yang perlu dikerjakan, tetapi sahnya haji
tidak tergantung atasnya dan boleh diganti dengan membayar dam (menyembelih
binatang). Wajib haji meliputi beberapa hal berikut.
1)
Ihram
dari miqat, baik miqat zamani maupun miqat makani.
Miqat
zamani ialah batas waktu pemakaian ihram, yakni sejak 1 Syawwal sampai 10
Dzulhijjah, sedangkan miqat makani ialah batas tempat pemakaian ihram.
2)
Hadir
di Muzdalifah setelah kembali dari Arafah.
3)
Melontar
jamrah aqabah pada hari raya haji.
4)
Bermalam
di Mina
5)
Melontar
tiga jamrah pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah) setelah
matahari tergelincir ke arah barat.
6)
Thawaf
wada’ (thawaf ketika hendak meninggalkan Tanah Suci, kecuali wanita yang sedang
haid).
7)
Menjauhkan
diri dari semua larangan haji.
e.
Sunnah Haji
Sunnah haji ialah perbuatan-perbuatan yang dianjurkan dilaksanakan
oleh orang yang beribadah haji. Sunnah haji, antara lain sebagai berikut.
1)
Ifrad,
yakni mendahulukan haji, kemudian umrah.
Ada
tiga macam cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
a)
Ifrad
b)
Tamattu’
(meski haji dengan cara tamattu’ ini terbaik kedua, tetapi wajib membayar dam)
c)
Qiran
2)
Membaca
talbiyah
Laki-laki
membaca dengan suara keras, sedangkan perempuan hendaknya mengucapkan sekedar
terdengar oleh telinga sendiri. Talbiyah dibaca selama masih dalam waktu ihram
sampai melontar jamrah aqabah.
3) Berdoa sesudah membaca talbiyah
4) Membaca doa (dzikir) sewaktu melaksanakan tawaf
5) Shalat dua rakaat sesudah thawaf
6) Masuk ke Ka’bah
f. Beberapa Larangan bagi
Orang yang Melakukan Ibadah Haji
Larangan haji ada yang berlaku bagi laki-laki saja,
ada yang berlaku bagi perempuan saja, dan ada pula yang berlaku bagi keduanya.
1) Laki-laki dilarang berpakaian yang berjahit.
2) Laki-laki dilarang menutup kepala.
3) Perempuan dilarang menutup muka dan telapak tangan.
4) Laki-laki mapun perempuan dilarang memakai
harum-haruman selama dalam ihram, baik pada badan maupun pakaian sebelum
tahalul pertama, kecuali bau harum itu sisa dari pemakaian pada hari
sebelumnya.
5) Laki-laki dan perempuan dilrang menghilangkan rambut
atau bulu badan yang lain, juga memakai minyak rambut.
6) Laki-laki dan perempuan dilarang memotong kuku
sebelum tahalul pertama.
7) Laki-laki dan perempuan dilarang meminang, menikah,
menikahkan, dan menjadi wali dalam pernikahan.
8) Laki-laki dan perempuan dilarang bersetubuh.
Bersetubuh dapat membatalkan haji jika dilakukan sebelum tahalul kedua dan
dapat membatalkan umrah jika dilakukan sebelum selesai pekerjaan umrah.
9) Laki-laki dilarang berburu dan membunuh binatang
darat yang liar dan halal dimakan.
g. Dam (denda)
Berikut dijelaskan beberapa denda karena tidak dapat
ifrad, melanggar larangan haji, bersetubuh sebelum tahalul kedua, membunuh
binatang liar, dan denda karena terhalang musuh sehingga tidak dapat meneruskan
ibadah haji atau umrah.
1) Denda karena tidak dapat haji ifrad diatur sebagai
berikut.
a) Menyembelih seekor kambing yang sah untuk berkurban.
b) Jika tidak mampu menyembelih seekor kambinng, ia
wajib puasa sepuluh hari, tiga hari di Tanah Suci dan tujuh hari setelah sampai
di tanah airnya.
Denda serupa dikenakan pula bagi jamaah haji yang tidak dapat
a) Melontar jamrah,
b) Hadir di Muzdalifah,
c) Bermalam di Mina, dan
d) Tawaf wada’.
2) Denda karena melanggar larangan haji, yaitu
a) Mencukur atau menghilangkan sebagian rambut,
b) Memotong kuku,
c) Memakai pakaian berjahit,
d) Berminyak rambut, dan
e) Memakai harum-haruman.
Denda dari pelanggaran di atas boleh memilih salah satu dari
tiga perkara, yakni
a)
Menyembelih seekor kambing yang sah untuk berkurban,
b)
Berpuasa selama tiga hari, dan
c)
Bersedekah tiga gantang (9,3 liter) makanan kepada enam orang
miskin
3) Denda karena bersetubuh sebelum tahalul kedua diatur
sebagai berikut.
a) Menyembelih seekor unta (sesuai dengan fatwa Umar).
b) Jika tidak dapat unta, hendaknya ia menyembelih sapi.
c) Jika tidak dapat, menyembelih tujuh ekor kambing,
d) Jika tidak dapat, hendaknya bersedekah seharga unta
yang dilakukan di tanah suci.
e) Jika tidak dapat, hendaknya berpuasa sehari untuk
setiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
4) Denda karena membunuh binatang liar diatur sebagai
berikut.
a) Menyembelih binatang jinak yang sebanding dengan
binatang yang dibunuh.
b) Jika tidak dapat, hendaknya ia bersedekah di tanah
suci seharga binatang liar yang dibunuh.
c) Jika tidak dapat juga, hendaknya ia berpuasa dengan
perhitungan setiap seperempat gantang dari makanan tadi berpuasa sehari.
5) Denda karena terhalang musuh sehingga tidak dapat
meneruskan ibadah haji atau umrah, hendaknya ia tahalul dengan menyembelih
seekor kambing di tempat terhalang itu.
h. Tata Urutan
Pelaksanaan Ibadah Haji
Urutan pelaksanaan ibadah haji adalah sebagai
berikut.
1) Ihram dengan niat haji dan berangkat menuju Arafah
pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah).
2) Di Arafah (pada tanggal 8 Dzulhijjah) memperbanyak
talbiyah dan berdo’a.
3) Pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), jamaah haji tinggal
di Arafah untuk mendengarkan khutbah wuquf.
4) Setelah matahari terbenam pada hari Arafah (9
Dzulhijjah), jamaah haji mulai meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah dengan
tenang dan khusyu’ untuk bermalam.
5) Sebelum matahari terbit pada hari kesepuluh bulan
Dzulhijjah, jamaah haji menuju Mina. Akan tetapi, bagi mereka yang lemah,
seperti wanita dan anak-anak, dibolehkan meninggalkan Muzdalifah menuju Mina
setelah pertengahan malam.
6) Setelah sampai di Mina (pada pagi hari Idul Adha),
jamaah haji diwajibkan melakukan
a) Melempar jamrah aqabah;
b) Menyembelih kurban bagi yang melaksanakan haji
tamattu’ atau haji qiran;
c) Mencukur rambut;
Setelah nomor 1) sampai 3) dilakukan, selesailah tahallul yang
pertama dan boleh baginya mengerjakan apa-apa yang dilarang ketika berihram,
kecuali berhubungan suami istri.
d) Menuju Makkah, lalu thawaf (thawaf ifadah) kemudian
melakukan sa’i bagi yang haji tamattu’. Begitu pula bagi yang melakukan haji
ifrad dan haji qiran apabila belum melakukan sa’i setelah thawaf qudum.
Setelah semuanya dilakukan (nomor 1) sampai 4)) diperbolehkan
melakukan sesuatu yang tadinya dilarang karena ihram.
e) Selanjutnya, jamaah haji kembali lagi ke Mina dan
bermalam di Mina pada malam kesebelas dan keduabelas Dzulhijjah dan melontar
ketiga jamrah setiap harinya. Waktu yang afdal ialah setelah tergelincir
matahari.
f) Bagi jamaah haji yang akan meninggalkan Makkah
diwajibkanthawaf wada’ (thawaf pamitan) dilakukan setelah selesai melakukan
rangkaian ibadah haji.
Umrah
Umrah ialah
ibadah yang dilakukan di Tanah Suci Makkah, yang menyerupai ibadah haji dengan
beberapa perbedaan tertentu.
Syarat wajib umrah sama dengan syarat wajib haji.
Rukun umrah sama dengan rukun haji, kecuali wuquf. Wajib umrah hanya ada dua
macam, yaitu ihram dari miqat dan tidak berbuat haram (menjauhi larangan
umrah). Larangan umrah sama dengan larangan haji. Miqat zamani ibadah umrah
sepanjang tahun (boleh dilakukan kapan saja). Miqat makani ibadah umrah sama
dengan mikat makani ibadah haji.
E.
Analisis Pembahasan
Haji dan umrah adalah rukun islam yang kelima. Menurut saya,
untuk siswa kelas VIII materi ini terlalu luas penjelasannya, akan tetapi
mereka hanya cukup mempelajari pengertian dan hukum haji, syarat wajib dan
syarat sah haji, rukun haji, wajib haji (tidak perlu menyebutkan batas-batas
miqat makani), sunnah haji, pada sunnah haji, menurut saya tidak perlu
dituliskan macam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, karena setelahnya juga ada
pembahasan tersebut. Begitu juga dengan yang dinamakan dan (denda), menurut
saya pembahsan dam yang ada di buku ini terlalu luas, siswa cukup mengetahui
apa itu dan (denda) dan kenapa wajib membayar dam tersebut.
F.
Standar Kompotensi
1.
Melaksanakan
tata cara menghitung harta waris
G.
Kompotensi Dasar
1.
Menjelaskan
ketentuan harta si mayat (waris)
2.
Menjelaskan
macam-macam yang harus dilakukan oleh ahli waris
H.
Indokator
1.
Siswa
dapat menjelaskan ketentuan harta si mayat
2.
Siswa
dapat menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh ahli waris
2.
Harta Waris (kelas IX)
Memandikan, mengafani, menyalatkan, dan menguburkan jenazah merupakan
kewajiban sesama muslim, baik kerabat sendiri maupun masyarakat Islam di
lingkungan sekitarnya. Pengurusan harta peninggalan mayat menjadi tanggung
jawab (kewajiban) ahli waris yang sesuai hukum islam.
Bagaimana Islam mengatur mengenai hal tersebut? Ada empat perkara
yang harus dilaksanakan oleh ahli waris, yaitu pengurusan jenazah, pelunasan
utang jenazah, dan wasiat serta membagi harta warisnya sesuai hukum Islam.
a.
Biaya Pengurusan Jenazah
Biaya perawatan jenazah meliputi
1)
Pembelian
sabun mandi, kapur barus, minyak wangi, kain kafan, dan peti jenazah (jika
diperlukan);
2)
Sewa
mobil jenazah dan bus untuk para pengantar jenazah yang hendak mengantarkan
jenazah sampai ke kubur (bagi jenazah yang ingin dimakamkan diluar daerahnya
sehingga memerlukan transfortasi);
3)
Sewa
kursi dan peralatan lain;
4)
Biaya
gali kubur dan uang admistrasi.
b.
Penulasan Utang Jenazah
Utang piutang adalah masalah yang biasa terjadi dalam kenyataan
hidup masyarakat. Setiap utang wajib dibayar, sebagaimana mestinya. Apabila
seseorang meninggal dunia, ahli waris atau orang yang dipercayai perlu
menyampaikan pengumuman pada waktu para takziyah masih berkumpul di rumah duka.
Apabila jenazah memiliki tanggungan utang kepada seseorang,
hendaknya ahli waris segera menyelesaikan (membayar) pinjaman tersebut.
Pembayaran utang diambilkan dari harta peninggalan jenazah. Apabila jenazah
tidak meninggalkan harta yang cukup untuk melunasi, utang dilunasi oleh orang
yang menanggung jenazah semasa hidupnya. Apabila ia hidup sebatang kara, utang
ditutup dari Baitul Mal. Apabila Baitul Mal tidak mampu melunasi, utang dibayar
secara gotong royong oleh umat Islam di lingkungan jenazah semasa hidupnya.
c.
Pelaksanaan Wasiat
1) Pengertian wasiat
Wasiat adalah pesan seseorang yang telah mendapat
firasat akan meninggal dunia atau sudah lanjut usia dan memperkirakan tidak
lama lagi akan meninnggal dunia. Apabila orang yang berwasiat itu meninggal
dunia, maka orang yang diwasiati wajib melaksanakan wasiat tersebut.
2) Pembatasan wasiat
Islam telah memberi petunjuk dalam hal wasiat.
Petunjuk dimaksud adalah wasiat tidak ditujukan kepada ahli waris dan wasiat
tidak melebihi dari sepertiga harta waris.
a) Wasiat tidak ditujukan kepada ahli waris
Wasiat tidak sah jika ditujukan kepada ahli waris,
kecuali atas ridha dari ahli waris yang lain sesudah yang memberi wasiat
meninggal. Dalam hadits, diriwayatkan sebagai berikut.
عَنْ عَمْرُو بْنُ خَارِجَةَ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ اللهَ أَعْطَى كُلَّ ذِيْ حَقٍّ
حَقَّهُ
وَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ. رواه الترمذى
Dari Umar bin Kharijah berkata, saya telah mendengar
Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberi hak kepada tiap-tiap
orang yang berhak. Oleh sebab itu, tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (H.R. at-Tirmidzi: 2047, Ahmad: 17004,
dan Abu Daud: 2486)
b) Wasiat tidak melebihi dari sepertiga
Sebanyak-banyak wasiat adalah sepertiga dari
keseluruhan harta.
d.
Pembagian Harta Waris
Pembahasan mengenai pembagian harta waris
berikut hanya terbatas pada pembahasan mengenai harta gani dan gini suami
istri. Adapun pembahasan mengenai harta waris secara detail akan dibahas di
madrasah aliyah.
Istilah gana dan gini terdapat di masyarakat
Jawa. Menurut tradisi masyarakat Sumatra disebut dengan seguna-sekaya,
sedangkan menurut masyarakat sunda disebut raja-kaya.
1) Pengertian harta gana dan gini
Gana ialah harta awal yang dimiliki suami istri
ketika baru memulai hidup berumah tangga, baikdari pemberian maupun hasil
usahanya sendiri. Perhatikan contoh berikut.
Sepasang suami istri yang bernama shalih dan
shalihah. Ketika keduanya mulai berumah tangga, shalih mempunyai sebidang kebun
dan rumah senilai Rp. 100.000.000, sedangkan istrinya memiliki 100 gram emas 22
karat. Jumlah dari keduanya itulah yang disebut harta gana. Setelah sekian lama
berumah tangga kekayaan mereka makin bertambah. Pada tahun berikutnya Shalih
meninggal dunia, saat itu seluruh kekayaannya mencapai Rp. 750.000.000
2) Pemisahan harta gana dan gini
Untuk mengetahui harta waris perlu dipisahkan
terlebih dahulu harta gana dan gininya. Seluruh kekayaan sebesar Rp.
750.000.000 tersebut, diambil Rp. 100.000.000 (sebagai harta Shalih), dan uang
atau barang senilai 100 gram (saat pembagian harta waris dilakukan) senilai Rp.
20.000.000 maka hitungannya sebagai berikut.
a) Seluruh harta kekayaan : Rp. 750.000.000
b)
Gana suami istri :
Rp. 120.000.000
Sisa :
Rp. 630.000.000
Kekayaan sejumlah Rp. 630.000.000 itulah yang
disebut gini. Selanjutnya, harta gini dibagi untuk almarhum suami dan istri
dengan perbandingan 2:1. Jumlah perbandingan = 3.
Gini Almarhum =
⅔ x Rp. 630.000.000
Rp. 420.000.000
Gini istri =
⅓ x Rp. 630.000.000
Rp.
210.000.000
3) Harta waris yang dibagi
Dengan pemisahan harta gana dan gini, sebagaimana
tersebut dapat dketahui harta waris almarhum yang sesungguhnya, yaitu
a) Gana Rp.
100.000.000
b) Pembagian gini Rp. 420.000.000
Jumlah Rp.
520.000.000
Sebelum dibagi harta tersebut kepada ahli waris
diambil terlebih dahulu sebagian untuk
a) Biaya perawatan jenazah Rp. 1.500.000
b) Pembayaran utang Rp. 1.500.000
c) Wasiat Rp.
5.000.000
Jumlah Rp.
8.000.000
Harta waris yang ada Rp.
520.000.000
Biaya yang dikeluarkan Rp. 8.000.000
Sisa Rp.
512.000.000
Harta waris yang tersisa sebesar Rp. 512.000.000,
jumlah itulah yang dibagi untuk ahli waris sesuai ketentuan ilmu mawaris.
I.
Metode pembelajaran
Bab Haji dan Umrah
a.
Ceramah
1)
pertama-tama guru memberikan ceramah
agar siswa memahami materi tentang haji dan umrah
b.
Tanya jawab
1)
siswa dan guru melakukan tanya jawab
tentang haji dan umrah
c.
Praktek
1)
Siswa dibimbing oleh guru yang
memahami tentang haji dan umrah, dengan praktek.
Bab Harta Waris
a.
Ceramah
1)
Pertama-tama guru memberikan ceramah
agar siswa memahami materi tentang harta peninggalan jenazah
b.
Tanya jawab
1)
Siswa dan guru melakukan tanya jawab
tentang harta waris
c.
Praktek
1)
Siswa dibimbing untuk belajar
menghitung harta waris
J.
Analisis
Pembelajaran
Seperti yang disebutkan diatas bahwa
pembahasan harta waris yang lebih jelas ada di madrasah aliyah. Menurut saya
pembahasan harta waris disini tidak perlu memasukkan hitung-hitungan dalam
pembagian, karena jika tidak mengetahui berapa hak-hak yang didapat ahli waris,
maka sangat sulit menangkap bagi siswa. Jadi menurut saya pada kelas ini cukup
pemula untuk harta waris seperti apa yang dinamakan harta waris, dan apa saja
yang diharuskan bagi ahli waris sebelum warisan itu dibagi, karena masalah yang
ada sekarang, orangnya baru meninggal sudah buru-buru membagi, tidak memikirkan
apa saja yang perlu sebelum pembagian tersebut.
K.
Evaluasi
Evaluasi dalam materi ini hanya sebgai berikut:
1.
Memberikan pertanyaan kepada siswa tentang haji dan
umrah, seperti pengertian, syarat, rukun dan tata urutan pelaksanaan ibadah
haji.
2.
Memberikan soal-soal yang berkaitan dengan harta
waris, apakah siswa sudah memahami dan menguasai materi tersebut.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Perlu adanya keseriusan guru untuk memilih mana yang harus
disampaikan pada siswa agar mereka mudah menangkap pelajran yang ingin
disampaikan, meski di buku tersebut ditulis, akan jika kurang mendukung atau sekiranya
siswa kurang menangkap, lebih baik tidak disampaikan. Karena tujuan seorang
guru adalah agar anak didiknya memahami dan mengerti materi dia sampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
T. Ibrahim dan
Darsono H., 2009, Penerapan Fiqih Kelas VIII, Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri
_________________
, 2009, Penerapan Fiqih Kelas IX, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri
makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com/2011/11/29.html,
diakses tanggal 24-03-2014 pukul 19:32
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2244868-tujuan-dan-fungsi-pembelajaran-fiqih/, diakses tanggal 24-03-2014 pukul 19:47
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1119/1/98396-RAHMY%20LESTARI-FITK.pdf, diakses tanggal 24-03-2014 pukul 20:00
[1]
makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com/2011/11/29.html, diakses tanggal
24-03-2014 pukul 19:32
[2] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2244868-tujuan-dan-fungsi-pembelajaran-fiqih/,
diakses tanggal 24-03-2014 pukul 19:47
[3] http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1119/1/98396-RAHMY%20LESTARI-FITK.pdf, diakses tanggal 24-03-2014 pukul 20:00
[3] http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1119/1/98396-RAHMY%20LESTARI-FITK.pdf, diakses tanggal 24-03-2014 pukul 20:00