Saturday 30 January 2016

BAGAIMANA HUKUMNYA WANITA HAIDH MEMBACA AL-QURAN

Hukum Membaca al-Quran bagi wanita Haidh
Mengenai masalah ini, sebenarnya telah disampaikan dengan terang dalam kitab-kitab fiqh, khususnya Fiqh Syafi’iyyah, bahwa membaca al-Quran dengan disengaja bagi wanita yang haidh ataupun orang yang junub adalah haram hukumnya. Tentunya konsekwensi dari pendapat ini adalah bisa menjadi rukhsah bagi sebagian wanita haidh untuk cuti dalam membaca al-Quran, tetapi bagi sebagian yang lain bisa jadi menjadi bumerang yang menakutkan, semisal bagi mereka yang sedang menghafal al-Quran yang terasa kesulitan dalam menghafal, sehingga apabila mereka sehari atau mungkin sampai seminggu tidak membaca al-Quran bagaimana nasib hafalan mereka, disamping tuntutan dari madrasah ataupun pondok pesantren bahkan sekolah tinggi penghafal quran yang mewajibkan beberapa aturan akademik yang harus dipenuhi mengenai hafalan al Quran. Masalah serupa dialami oleh para ustadzah yang mengajar al-Quran secara khusus, ketika datang bulan mereka akan kesusahan dalam membimbing al-Quran bagi santri-santrinya, padahal seorang ustadzah harus aktif memperdengarkan bacaan baik bagaimana cara membaca al-Quran yang benar ataupun membimbing santri dalam menghafal al-Quran khususnya surah-surah pendek, yang tentunya semua ini menuntut tidak bisa tidak bagi seorang ustadzah harus membaca al-quran juga.
Mengenai hukum tidak bolehnya wanita haidh membaca al-Quran ternyata bukan hukum yang disepakati, sebagaimana dikatakan oleh an-Nakha’i bahwa mengenai ketidak bolehan wanita membaca al-Quran adalah laisa mujma’an alaih alias bukan perkara yang disepakati (Fathul Bari, I/40), karena di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini, ada yang membolehkan baik secara mutlak ataupun sebagian ayat bagi wanita membaca al-Quran ketika haidh.
Islam adalah Rahmatan lil ‘Alamin, sebagai rahmat atas alam semesta. Perselisihan para ulama bukan berarti menunjukkan egoisme, akan tetapi justru merupakan dinamika intelektual yang tidak pernah berhenti bergerak mencari komposisi yang tepat untuk dipersembahkan kepada ummat. Maka tidak mengherankan apabila ketika kita menemukan qaul-qaul yang bertentangan dalam suatu masalah furu’iyyah.
Lebih dari itu, perbedaan dan khilafiyyah antara para ulama dalam suatu masalah harus kita letakkan secara proporsional. Jangan sampai dijadikan wacana untuk menentang arus, tapi merupakan solusi yang terbaik untuk memecahkan berbagai problematika ummat.
Berikut ini beberapa hukum mengenai membaca al-Quran bagi wanita haidh yang diajukan oleh para ulama sebagaimana dipaparkan oleh al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (VI/686).
Pertama, Hukum membaca al Quran adalah haram walaupun hanya satu ayat. Pendapat ini adalah menurut ulama Syafi’iyyah dan jumhur.
Kedua, tidak boleh membaca seluruh al-Quran, tapi boleh membaca sebagiannya. Pendapat ini menurut Hanafiyyah.
Ketiga, boleh membaca ayat-ayat yang pendek. Pendapat ini menurut ulama Malikiyyah.
Keempat, boleh membaca al-Quran secara mutlak bagi wanita haidh, ini menurut pendapat Daud.
Imam Bukhari mangatakan, “Menurut Ibrahim, perempuan haidh tidak dilarang membaca al-Qur’an.” (Shahih Bukhari, I/68)
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (I/408) memaparkan, “Menurut Mushannif (Imam Bukhari), tidak ada satu hadits sahih pun yang membahas masalah ini (yakni melarang orang junub dan perempuan haidh membaca al-Quran,) meskipun semua dalil yang membahas masalah ini dapat digunakan pihak lain sebagai hujjah bagi pendapat mereka, tetapi kebanyakan dariya masih memiliki berbagai takwil dan makna lain sebagaimana yang akan kami tunjukkan. Oleh karena itu Imam Bukhari beserta mereka yang membolehkan membaca al-Quran bagi orang yang junub dan haidh seperti ath-Thabari, Ibnu al-Mundzir, dan Daud berpegang dengan keumuman hadits bahwa Nabi saw. Selalu berdzikir kepada Allah pada setiap saat. Karena Dzikir lebih umum dari pada hanya sekedar membaca al-Quran atau yang lainnya.”
Baiklah, langsung saja kita masuk kepada landasan dalil serta argumen dari masing-masing pendapat tersebut.
DALIL HARAMNYA WANITA HAIDH MEMBACA AL-QURAN
Hal ini didasarkan oleh hadits dari Ibnu Umar ra.
لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئاً من القرآن (رواه أحمد ، والترمذى ، وابن ماجه ، والبيهقى فى المعرفة وضعفه ، وابن جرير عن ابن عمر)

“Janganlah orang yang junub dan haidh itu membaca sesuatupun dari al-Quran” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Ibnu Umar)
Nahi (larangan) dalam hadits ini menunjukkan terhadap keharaman. Dari dalil ini orang yang junub dan haidh haram membaca Al-Quran. Sehigga haram hukumnya membaca al-Quran walaupun hanya sebagian ayat. Yang demikian ini menurut pendapat Imam Syafi’i sebagaimana juga jumhur. Tetapi Abu Hanifah membolehkan membaca sebagian ayat al-Quran, Imam Malik membolehkan membaca ayat-ayat pendek, sedangkan menurut Daud, boleh membaca seluruh al-Quran. (Faidhul Qadir, VI/686).
Tetapi, hadits ini menjadi pembicaraan di kalangan ulama ahli hadits mengenai status dan derajatnya.
Imam Nawawi dalam Al-majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (II/155) mengatakan:
وأما حديث ابن عمر لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرآن فرواه الترمذي وابن ماجه والبيهقي وغيرهم وهو حديث ضعيف ضعفه البخاري والبيهقي وغيرهما والضعف فيه بين
“Adapun hadits Ibnu Umar : “Janganlah orang yang junub dan haidh itu membaca sesuatupun dari al-Quran”, hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Baihaqi dan yang lainnya. Hadits ini adalah dha’if, yang di-dhaif-kan oleh al-Bukhari, al-Baihaqi dan yang lainnya, sedangkan kedha’ifan hadits ini sangat jelas.”

Dalam Faidhul Qadir al-Hafizh al-Munawi juga menyebutkan beberapa komentar para pakar hadits mngenai hadits ini, karena di dalam sanadnnya ada Ismail bin ‘Iyasy yang semuanya mengatakan bahwa hadits ini adalah dha’if.
Dalam kaidah ilmu hadits diterangkan bahwa hadits dha’if tidak dapat menjadi dalil atau hujjah untuk menetapkan hukum halal atau haram. Sehingga, apabila pengharaman membaca al-Quran didasarkan pada hadits ini, maka ini tidak cukup kuat.
DALIL BOLEHNYA WANITA MEMBACA AL-QURAN
Di antaranya berdasarkan hadits Aisyah, ketika ia dalam keadaan haidh:
فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
“Kerjakanlah apa saja sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang haji, tetapi jangan thawaf di baitullah sampai engkau suci” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menukil perkataan Ibnu Rasyid yang mengikuti Ibnu Bathal dan lainnya. menerangkan pendapat Imam Bukahri mengenai masalah ini. Yang dikehendaki Imam Bukhari dari hadits ini adalah terdapat dalil bolehnya wanita haidh membaca al-Quran, karena nabi hanya mengecualikan thawaf, kanapa demikian, karena thawaf adalah ibadah shalat yang dikhususkan, sedangkan amalan-amalan haji mencakup dzikir, talbiyah dan do’a. Sehingga wanita haidh tidak dilarang untuk melakukan itu semua begitu juga orang yang junub.
Mengenai tidak bolehnya wanita membaca al-Quran, karena yang dimaksud hadits ini adalah dzikir kepada Allah. Namun, mengenai dzikir dan membaca al-Quran, menurut Imam Bukhari tidak ada perbedaan antara keduanya, karena keduanya sama-sama bentuk ibadah, oleh karena itu harus ada dalil yang bersifat khas yang memisahkan keduanya. Masih menurut Imam Bukhari, bahwa tidak ada satu hadits shahihpun yang melarang Wanita Haidh membaca Al Quran.

0 komentar:

Post a Comment