Hukum
Membaca al-Quran bagi wanita Haidh
Mengenai masalah
ini, sebenarnya telah disampaikan dengan terang dalam kitab-kitab fiqh,
khususnya Fiqh Syafi’iyyah, bahwa membaca al-Quran dengan disengaja bagi wanita
yang haidh ataupun orang yang junub adalah haram hukumnya. Tentunya konsekwensi
dari pendapat ini adalah bisa menjadi rukhsah bagi sebagian wanita haidh untuk
cuti dalam membaca al-Quran, tetapi bagi sebagian yang lain bisa jadi menjadi
bumerang yang menakutkan, semisal bagi mereka yang sedang menghafal al-Quran
yang terasa kesulitan dalam menghafal, sehingga apabila mereka sehari atau
mungkin sampai seminggu tidak membaca al-Quran bagaimana nasib hafalan mereka,
disamping tuntutan dari madrasah ataupun pondok pesantren bahkan sekolah tinggi
penghafal quran yang mewajibkan beberapa aturan akademik yang harus dipenuhi
mengenai hafalan al Quran. Masalah serupa dialami oleh para ustadzah yang
mengajar al-Quran secara khusus, ketika datang bulan mereka akan kesusahan
dalam membimbing al-Quran bagi santri-santrinya, padahal seorang ustadzah harus
aktif memperdengarkan bacaan baik bagaimana cara membaca al-Quran yang benar
ataupun membimbing santri dalam menghafal al-Quran khususnya surah-surah
pendek, yang tentunya semua ini menuntut tidak bisa tidak bagi seorang ustadzah
harus membaca al-quran juga.
Mengenai hukum tidak
bolehnya wanita haidh membaca al-Quran ternyata bukan hukum yang disepakati,
sebagaimana dikatakan oleh an-Nakha’i bahwa mengenai ketidak bolehan wanita
membaca al-Quran adalah laisa mujma’an alaih alias bukan perkara yang
disepakati (Fathul Bari, I/40), karena di antara para ulama terjadi
perbedaan pendapat dalam masalah ini, ada yang membolehkan baik secara mutlak
ataupun sebagian ayat bagi wanita membaca al-Quran ketika haidh.
Islam adalah
Rahmatan lil ‘Alamin, sebagai rahmat atas alam semesta. Perselisihan para ulama
bukan berarti menunjukkan egoisme, akan tetapi justru merupakan dinamika
intelektual yang tidak pernah berhenti bergerak mencari komposisi yang tepat
untuk dipersembahkan kepada ummat. Maka tidak mengherankan apabila ketika kita
menemukan qaul-qaul yang bertentangan dalam suatu masalah furu’iyyah.
Lebih dari itu,
perbedaan dan khilafiyyah antara para ulama dalam suatu masalah harus kita
letakkan secara proporsional. Jangan sampai dijadikan wacana untuk menentang
arus, tapi merupakan solusi yang terbaik untuk memecahkan berbagai problematika
ummat.
Berikut ini
beberapa hukum mengenai membaca al-Quran bagi wanita haidh yang diajukan oleh
para ulama sebagaimana dipaparkan oleh al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (VI/686).
Pertama, Hukum
membaca al Quran adalah haram walaupun hanya satu ayat. Pendapat ini adalah
menurut ulama Syafi’iyyah dan jumhur.
Kedua, tidak boleh
membaca seluruh al-Quran, tapi boleh membaca sebagiannya. Pendapat ini menurut
Hanafiyyah.
Ketiga, boleh
membaca ayat-ayat yang pendek. Pendapat ini menurut ulama Malikiyyah.
Keempat, boleh
membaca al-Quran secara mutlak bagi wanita haidh, ini menurut pendapat Daud.
Imam Bukhari
mangatakan, “Menurut Ibrahim, perempuan haidh tidak dilarang membaca
al-Qur’an.” (Shahih Bukhari, I/68)
Ibnu Hajar dalam Fathul
Bari (I/408) memaparkan, “Menurut Mushannif (Imam Bukhari),
tidak ada satu hadits sahih pun yang membahas masalah ini (yakni melarang orang
junub dan perempuan haidh membaca al-Quran,) meskipun semua dalil yang membahas
masalah ini dapat digunakan pihak lain sebagai hujjah bagi pendapat
mereka, tetapi kebanyakan dariya masih memiliki berbagai takwil dan makna lain
sebagaimana yang akan kami tunjukkan. Oleh karena itu Imam Bukhari beserta
mereka yang membolehkan membaca al-Quran bagi orang yang junub dan haidh
seperti ath-Thabari, Ibnu al-Mundzir, dan Daud berpegang dengan keumuman hadits
bahwa Nabi saw. Selalu berdzikir kepada Allah pada setiap saat. Karena Dzikir
lebih umum dari pada hanya sekedar membaca al-Quran atau yang lainnya.”
Baiklah, langsung
saja kita masuk kepada landasan dalil serta argumen dari masing-masing pendapat
tersebut.
DALIL HARAMNYA
WANITA HAIDH MEMBACA AL-QURAN
Hal ini didasarkan
oleh hadits dari Ibnu Umar ra.
لا
يقرأ الجنب ولا الحائض شيئاً من القرآن (رواه أحمد ، والترمذى ، وابن ماجه ،
والبيهقى فى المعرفة وضعفه ، وابن جرير عن ابن عمر)
“Janganlah orang
yang junub dan haidh itu membaca sesuatupun dari al-Quran” (HR. Ahmad,
at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Ibnu Umar)
Nahi (larangan)
dalam hadits ini menunjukkan terhadap keharaman. Dari dalil ini orang yang
junub dan haidh haram membaca Al-Quran. Sehigga haram hukumnya membaca al-Quran
walaupun hanya sebagian ayat. Yang demikian ini menurut pendapat Imam Syafi’i
sebagaimana juga jumhur. Tetapi Abu Hanifah membolehkan membaca sebagian ayat
al-Quran, Imam Malik membolehkan membaca ayat-ayat pendek, sedangkan menurut
Daud, boleh membaca seluruh al-Quran. (Faidhul Qadir, VI/686).
Tetapi, hadits ini
menjadi pembicaraan di kalangan ulama ahli hadits mengenai status dan derajatnya.
Imam Nawawi dalam Al-majmu’
Syarh al-Muhadzdzab (II/155) mengatakan:
وأما حديث ابن
عمر لا يقرأ الجنب
ولا الحائض شيئا من القرآن فرواه الترمذي وابن ماجه
والبيهقي وغيرهم وهو حديث ضعيف ضعفه البخاري والبيهقي وغيرهما والضعف فيه بين
“Adapun hadits Ibnu
Umar : “Janganlah orang yang junub dan haidh itu membaca sesuatupun dari
al-Quran”, hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Baihaqi
dan yang lainnya. Hadits ini adalah dha’if, yang di-dhaif-kan oleh al-Bukhari,
al-Baihaqi dan yang lainnya, sedangkan kedha’ifan hadits ini sangat jelas.”
Dalam Faidhul
Qadir al-Hafizh al-Munawi juga menyebutkan beberapa komentar para pakar
hadits mngenai hadits ini, karena di dalam sanadnnya ada Ismail bin ‘Iyasy yang
semuanya mengatakan bahwa hadits ini adalah dha’if.
Dalam kaidah ilmu
hadits diterangkan bahwa hadits dha’if tidak dapat menjadi dalil atau hujjah
untuk menetapkan hukum halal atau haram. Sehingga, apabila pengharaman membaca
al-Quran didasarkan pada hadits ini, maka ini tidak cukup kuat.
DALIL BOLEHNYA
WANITA MEMBACA AL-QURAN
Di antaranya
berdasarkan hadits Aisyah, ketika ia dalam keadaan haidh:
فَافْعَلِى
مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى
“Kerjakanlah apa
saja sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang haji, tetapi jangan thawaf di
baitullah sampai engkau suci” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar dalam Fath
al-Bari menukil perkataan Ibnu Rasyid yang mengikuti Ibnu Bathal dan
lainnya. menerangkan pendapat Imam Bukahri mengenai masalah ini. Yang
dikehendaki Imam Bukhari dari hadits ini adalah terdapat dalil bolehnya wanita
haidh membaca al-Quran, karena nabi hanya mengecualikan thawaf, kanapa
demikian, karena thawaf adalah ibadah shalat yang dikhususkan, sedangkan
amalan-amalan haji mencakup dzikir, talbiyah dan do’a. Sehingga wanita haidh
tidak dilarang untuk melakukan itu semua begitu juga orang yang junub.
Mengenai tidak bolehnya
wanita membaca al-Quran, karena yang dimaksud hadits ini adalah dzikir kepada
Allah. Namun, mengenai dzikir dan membaca al-Quran, menurut Imam Bukhari tidak
ada perbedaan antara keduanya, karena keduanya sama-sama bentuk ibadah, oleh
karena itu harus ada dalil yang bersifat khas yang memisahkan keduanya.
Masih menurut Imam Bukhari, bahwa tidak ada satu hadits shahihpun yang melarang Wanita Haidh
membaca Al Quran.
0 komentar:
Post a Comment